Maraknya pandemi Covid-19 di seluruh belahan dunia sejak akhir tahun 2019 ini belum juga reda hingga saat ini. Penyakit yang diakibatkan oleh virus SARS-COV-2 atau yang lebih dikenal dengan nama virus corona ini sangat diwaspadai karena penyebarannya yang tergolong sangat cepat.
Akibat dari pandemi tersebut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berusaha untuk melakukan segala cara untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona. Hal ini juga bertujuan agar masyarakat dari sekitar 200 negara yang sudah terjangkit virus ini dapat melewati masa darurat kesehatan.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh WHO adalah menghimbau agar seluruh masyarakat melakukan social distancing atau penjagaan jarak sosial.
Istilah social distancing ini merujuk pada menjaga jarak antarmanusia serta menghindari berbagai bentuk perkumpulan dan pusat keramaian.
Namun, akhir Maret lalu, WHO mengubah istilah social distancing menjadi physical distancing. Hal ini dikarenakan meskipun secara sekilas kedua istilah ini memiliki maksud yang sama, namun ternyata secara makna dan persepsi jelas berbeda.
Bob jelaskan perbedaannya di bawah ini, ya.
Social distancing itu sebenarnya apa sih?
Kamu sering mendengar kata sosial, kan?
Secara umum istilah sosial bisa diartikan sebagai hubungan antarindividu yang terjadi di dalam masyarakat. Ketika dua orang atau lebih berhubungan atau berinteraksi, di situlah istilah sosial ini dapat bekerja.
Interaksi sosial ini memiliki banyak bentuk. Mengobrol, bertransaksi jual-beli, atau menonton konser di pusat konvensi adalah tiga dari sekian banyak interaksi sosial yang dapat terjadi di masyarakat.
Sederhananya, sosial adalah tentang kamu dan orang-orang di sekitarmu, atau orang-orang di lingkunganmu.
Saat pandemi Covid-19 ini merebak, WHO menghimbau kepada seluruh masyarakat dunia untuk melakukan social distancing atau penjagaan jarak sosial. Artinya, masyarakat dianjurkan untuk menjaga jarak satu sama lain dengan tidak berinteraksi langsung secara berdekatan.
Selain itu, social distancing juga mengarah pada anjuran untuk menjauhi pusat keramaian, perkumpulan, atau tempat serta kegiatan yang melibatkan orang banyak.
Ini disebabkan oleh virus corona yang dapat menular melalui droplet atau butiran ludah dari orang yang positif terinfeksi virus kepada orang yang negatif terinfeksi virus. Butiran ludah ini dapat berpindah melalui batuk, bersin, atau bahkan berbicara.
Oleh karenanya, social distancing sangat diperlukan guna memutus mata rantai penyebaran virus yang menyebabkan Covid-19 ini. Dengan penjagaan jarak sosial, diharapkan virus corona ini tidak lagi menemukan inang untuk berkembang dan mati.
Lalu, apa bedanya dengan physical distancing?
Ahli epidemiologi WHO bernama Dr. Maria Van Kerkhove memperkenalkan istilah baru untuk mengganti istilah social distancing, yakni physical distancing. Penggantian istilah ini dikemukakan pada konferensi pers yang dilakukan oleh WHO secara resmi tertanggal 20 Maret 2020.
Lewat konferensi pers tersebut, Dr. Maria juga menjelaskan tentang perbedaan istilah social distancing dengan physical distancing atau penjagaan jarak fisik. Ia mengatakan bahwa sebenarnya yang sangat dibutuhkan adalah physical distancing.
Menjaga jarak fisik satu sama lain dapat mencegah perpindahan virus antarmanusia, dan itu sangat penting dilakukan. Namun, itu tidak berarti masyarakat harus memutuskan komunikasi sepenuhnya dengan orang lain, teman, dan terutama keluarga.
Dengan kata lain, meskipun secara fisik masyarakat tidak bisa bertatap muka secara langsung, namun mereka masih bisa melakukan interaksi sosial dengan berbagai cara.
Misalnya, penggunaan teknologi yang semakin canggih bisa menjadi salah satu alternatif untuk saling berhubungan meski tidak benar-benar bertemu di dunia nyata. Kamu masih bisa bersosialisasi dengan melakukan video call dengan keluargamu atau mengobrol di berbagai aplikasi chatting dengan para sahabatmu.
Mengapa perubahan istilah ini penting?
Perubahan istilah ini didukung oleh seorang professor psikologi sosial dan metodologi penelitian di London School of Economics, Prof. Martin W. Bauer. Ia mengatakan bahwa memang seharusnya istilah yang digunakan adalah physical distancing.
Prof. Bauer juga menjelaskan bahwa physical distancing diukur dalam satuan metrik meter atau sentimeter. Itu berarti yang dihitung adalah jarak geografis dari satu orang ke orang lain. Namun, social distancing diukur dalam jarak yang melintasi batas sosial antarmanusia.
Ini disebabkan karena selain berpengaruh pada kesehatan fisik, perbedaan makna mengenai social distancing dan physical distancing juga akan berpengaruh pada kesehatan mental.
Seorang profesor sosiologi di Stanford University, Prof. Jeremy Freese, menuturkan bahwa social distancing dianggap sebagai himbauan untuk berhenti berkomunikasi satu sama lain. Padahal, setiap orang harus menjaga komunikasinya sebanyak yang mereka bisa karena keterbatasan interaksi sosial yang harus mereka lakukan.
Hal ini bukan tanpa sebab, melainkan juga berkenaan dengan kesehatan mental yang tak kalah penting untuk dijaga oleh setiap orang di tengah pandemi ini.
Pasalnya, pemberitaan di berbagai media mengenai Covid-19 tentunya membuat banyak orang merasa cemas dan takut. Perasaan cemas dan takut tersebut tentu tidak baik bagi kesehatan mental apabila dirasakan terlalu berlebihan.
Dengan menjaga komunikasi dan tetap terhubung satu sama lain selama physical distancing, bukan hanya kesehatan fisik saja yang terpelihara, namun kesehatan mental juga terjaga.
Bagaimana melaksanakan physical distancing yang tepat?
Di Indonesia, physical distancing sudah diterapkan oleh pemerintah kepada seluruh lapisan masyarakat, di antaranya adalah dengan work from home dan #dirumahaja.
Beberapa perusahaan menaati peraturan pemerintah dan mempekerjakan karyawannya di rumah atau dengan remote working (kerja jarak jauh). Namun, masih banyak pula pekerjaan yang tidak bisa dilakukan sambil tinggal di rumah saja.
Dr. Tedros Dhanom Ghe, Direktur Jenderal WHO, merekomendasikan bagaimana cara menerapkan physical distancing dengan tepat dan aman bagi semua masyarakat dunia.
Untuk kamu yang tidak bisa bekerja dari rumah, Dr. Tedros menyarankan untuk menjaga jarak minimal 1 meter dengan orang lain. Sementara, beberapa pakar kesehatan lain menyarankan untuk setidaknya menjaga jarak sekitar 2 meter.
Rekomendasi ini sudah dilaksanakan di beberapa tempat umum di Indonesia, seperti di supermarket, halte bus, dan stasiun. Selain itu, menghindari tempat ramai dan pertemuan besar juga sangat dianjurkan karena tempat ramai merupakan salah satu penyebab penyebaran Covid-19 yang begitu cepat.
Sementara untuk kamu yang bisa bekerja dari rumah, Dr. Tedros menyarankan untuk tidak keluar rumah apabila tidak perlu dan membatasi tamu yang datang ke rumah.
Ia juga menganjurkan bahwa semua orang untuk tetap menjaga kesehatan dengan tidak terus duduk di posisi yang sama dan menerapkan peregangan dan istirahat sejenak selama 3 menit setiap 30 menit sekali
Namun jika kamu bosan bekerja di rumah saja, kamu bisa menghilangkan kejenuhan dengan bekerja sambil menginap di Bobobox. Kamu enggak perlu khawatir karena semua area dan fasilitas di Bobobox selalu rutin dibersihkan dan disemprot disinfektan, lo. Sehingga, kamu bisa nyaman menginap karena Bobobox terjamin kebersihannya dan aman dari virus corona. Unduh aplikasinya dan pesan kamar di sini, ya.