review film the platform

Review Film The Platform: Kritik Sosial Berbalut Thriller

The Platform mengundang perhatian tak hanya penikmat namun juga pengulas film. Review film ini bahkan beredar luas di internet. Ada yang memuji dan ada juga yang tak puas. Terutama dengan akhir ceritanya.

The Platform (El Hoyo) adalah film asal Spanyol yang disutradarai oleh Galder Gaztelu-Urrutia. Film ini pertama kali tayang di Festival Film Toronto tahun 2019 dan memenangkan penghargaan People’s Choice Award for Midnight Madness.

Netflix juga menyewa hak siar akan film tersebut dan mulai tayang pada 20 Maret, 2020 kemarin. Nah, jika kamu penasaran dengan review film The Platform, simak terus di sini ya.

Sinopsis review film The Platform

The Platform bercerita tentang Goreng, seorang pria yang masuk ke dalam sebuah penjara secara sukarela. Ia menukar waktunya selama enam bulan dengan gelar sarjana yang akan ia peroleh saat keluar dari sana. Penjara yang disebut juga sebagai platform ini bukanlah penjara biasa.

Bangunannya berbentuk vertikal dengan total 333 lantai. Setiap lantai, atau selnya, ditinggali oleh dua orang sedangkan lantai teratas yaitu lantai 0 adalah tempat di mana makanan untuk para tahanan dibuat.

Makanan tersebut, yang jumlahnya sangat banyak, disajikan di atas sebuah meja batu yang bertindak juga sebagai elevator. Meja tersebut diturunkan lantai demi lantai hingga mencapai lantai paling bawah.

Goreng menempati lantai 48 di mana ia dipasangkan dengan tahanan lain yaitu Trimagasi. Ia adalah seorang tahanan yang dimasukkan ke sana karena perbuatan kriminal dan sudah berada di platform selama setahun.

Ketika meja berisi makanan tersebut sampai ke lantai Goreng dan Trimagasi, makanan sudah berada dalam kondisi yang tidak layak makan. Berantakan. Makanan berserakan. Hampir tidak ada yang utuh.

Selama masa-masanya di dalam platform, Goreng dipindahkan ke lantai lain setiap bulannya dari mulai lantai 171, 33, hingga 6. Di sana, ia memulai sebuah tindakan di mana makanan harus bisa terbagi rata dari hingga sampai ke lantai paling bawah.

Review film The Platform: potret kesenjangan sosial

Kesenjangan sosial menjadi tema besar yang disajikan dalam review film The Platform. Hal ini bisa dilihat dari kalimat pembuka film The Platform. “Hanya ada tiga jenis manusia di dunia ini: mereka yang berada di atas, mereka yang berada di bawah, dan mereka yang jatuh.

Kalimat ini merupakan bagian penting dari keseluruhan film dan menjadi tuntunan bagi review film. Kalimat ini menunjukkan bagaimana sistem sosial pada umumnya bekerja.

Mereka yang berada di atas adalah orang-orang yang mampu, orang-orang yang bisa mendapatkan banyak hal termasuk kenyamanan hidup. Makanan menjadi simbolisme yang merepresentasikan hal tersebut.

Kehidupan sehari-hari manusia salah satunya ditentukan dari apa yang dimakan. Makanan menjadi sumber energi yang membantu manusia untuk beraktivitas. Akan tetapi, bagi mereka yang berada di kelas atas, makanan juga menjadi gaya hidup, bukan lagi sekadar kebutuhan pokok.

Mereka bebas makan apa saja bahkan jika mereka tidak membutuhkan makanan tersebut sekalipun. Begitu pula yang dilakukan oleh orang-orang lantai atas yang ada di platform.

Pada nyatanya mereka bisa makan dengan cukup dan menyisakan makanan yang lebih layak ke tahanan yang berada di lantai bawah. Akan tetapi, mereka makan dengan rakus dan hanya menyisakan “sampah”.

Di sisi lain, orang yang berada di tingkat bawah tidak memiliki akses kepada kelayakan tersebut. Mereka hanya memakan sisa dan bertahan hidup dengan apa yang ada.

Namun, penderitaan mereka tidak menjadikan mereka iba terhadap orang yang berada lebih di bawah. Mereka hanya memedulikan diri mereka sendiri. Yang penting bisa bertahan hidup. Urusan orang lain tidak menjadi perkara.

Review film The Platform: perjuangan melawan sistem

Jika ada dua spektrum tingkat sosial, yaitu atas dan bawah, umumnya akan ada juga tingkat menengah. Tingkat tersebut diisi oleh orang-orang yang berkecukupan, tidak melarat namun tidak juga bisa merasakan kemewahan. Akan tetapi, film ini tidak menyebutkan mereka yang berada di tengah. Alih-alih, “mereka yang jatuh” adalah frasa yang dipilih.

Jika kamu tertarik membuat review film ini, kamu akan memerhatikan melihat adegan orang-orang yang memang jatuh secara fisik. Namun, “mereka yang jatuh” juga merupakan representasi dari perjuangan kelas.

Mereka yang tidak merasa nyaman dengan kehidupan yang sedang dijalaninya akan terus berusaha melakukan perubahan dan mengambil resiko apapun.

Hal ini bisa dilihat dari karakter utama, Goreng yang sejak awal merasa tidak nyaman dengan sikap orang-orang di sekelilingnya. Ia berusaha membujuk tahanan yang berada di atas maupun di bawah untuk membagi porsi makanan sesuai kebutuhan.

Akan tetapi, setiap orang menunjukkan sifat asli mereka dan tidak memedulikan Goreng. Setelah melalui banyak hal di setiap lantai yang ia diami, Goreng akhirnya memutuskan untuk mengakhiri sistem ini bersama rekan satu selnya yang baru Baharat.

Mereka berdua menuruni setiap lantai hingga akhirnya tiba di lantai paling bawah. Tentunya dengan segala rintangan yang ada. Selain itu, Goreng dan Baharat juga berupaya memberikan pesan terhadap mereka yang berada di paling atas. Sebuah revolusi.

Kesimpulan review film The Platform

Kesimpulannya, review film The Platform ini berfokus pada potret dari kehidupan sosial yang diatur oleh sebuah sistem. Si kaya yang nyaman dengan kekayaannya tidak menginginkan perubahan dan hanya ingin memperkaya diri sendiri.

Si miskin yang menginginkan perubahan tidak bisa melakukannya karena sistem tidak mengizinkannya. Terakhir, untuk mendobrak sebuah sistem diperlukan pengorbanan yang besar dan waktu yang panjang. Bahkan jika kita tidak bisa hidup untuk menyaksikan perubahan itu terjadi.

The Platform menyajikan ending yang terbuka untuk interpretasi. Oleh karena itu banyak pula review film yang membahas film ini dengan sudut pandang bervariasi. Kamu bisa bertanya pada dirimu sendiri dan mendapatkan interpretasi yang berbeda dari review film ini.

Hal inilah yang menjadikan film The Platform dibicarakan banyak orang dan harus masuk ke dalam daftar tontonan kamu minggu ini. Jangan lupa untuk bikin review film ini juga ya.

Review film kesayanganmu sambil staycation di Bobobox

bobobox

Memasuki masa-masa new normal liburan menjadi tidak semudah biasanya. Pilihan terbatas, apalagi di tempat yang ramai. Namun, bukan berarti kamu nggak bisa menghabiskan waktu untuk bersenang-senang bahkan hanya dengan menonton dan membua review film sekalipun.

Ubah pengalaman menonton dan membuat review film kamu menjadi sesuatu yang baru. Bukan hanya berbaring di kasur tapi sambil menginap di hotel kapsul yang unik.

Di Bobobox kamu bisa dengan nyaman menikmati dan membuat review film kesukaanmu. Suasana pod-nya tenang dan hening. Selain itu, desainnya yang modern juga enak untuk dinikmati.

Tak hanya itu, teknologi yang digunakan juga canggih. Untuk memesan kamar, kamu bisa melakukannya melalui aplikasi Bobobox. Aplikasi ini, selain untuk memesan, juga berfungsi sebagai kunci kamar lho. Tinggal pindai saja QR code-nya.

Jadi, tunggu apa lagi? Ayo menginap di Bobobox sekarang juga dan review film kesayanganmu di sini!

Untuk reservasi dan informasi lebih lanjut, unduh aplikasi Bobobox di sini!

Header photo: Felix Mooneeram via Unsplash

Bobobox

Bobobox

Sejak tahun 2018, Bobobox hadir menawarkan pengalaman yang berbeda bagi para traveler untuk menikmati perjalanan yang sempurna. Bobobox menghubungkan traveler, dari pod ke kota.

All Posts

Bobobox

Rasakan sensasi menginap di hotel kapsul Bobobox! Selain nyaman, hotel kapsul ini mengedepankan teknologi dan keamanan. Bobobox bisa menjadi salah satu cara terbaik untuk menikmati perjalanan dan beristirahat, dan cocok untuk perjalanan liburan atau bisnis.

Top Articles

Categories

Follow Us

Latest Articles