upacara adat sumatra utara

Uniknya Tanah Batak, Ini Dia 7 Upacara Adat Sumatra Utara

Di tengah gempuran modernisasi, berbagai daerah di Indonesia hingga kini masih memegang teguh warisan budaya dari para leluhur. Salah satunya adalah Provinsi Sumatra Utara.

Kawasan yang dikenal dengan suku Bataknya ini memiliki sejumlah upacara adat unik yang bernilai tinggi. 

7 Upacara Adat Sumatra Utara yang Unik

Apa saja sih, upacara adat Sumatra Utara itu? Yuk, simak tujuh di antaranya!

1. Sipaha Lima

Sipaha Lima adalah salah satu upacara adat Sumatra Utara yang masih dilakukan oleh masyarakat suku Batak penganut kepercayaan Malim.

Tradisi ini merupakan ungkapan rasa syukur kepada Debata Mula Jadi Na Bolon (Tuhan yang Maha Esa) atas nikmat, rezeki, kesehatan dan keselamatan.

Parmalim (sebutan untuk penganut Malim) melangsungkan upacara Sipahan Lima setiap bulan kelima penanggalan suku Batak atau bulan Juli pada kalender Masehi.

Prosesi ritualnya dipimpin oleh Ihutan Ugamo Malim atau pimpinan Parmalim dan diikuti oleh banyak orang, termasuk orang tua, remaja dan anak-anak.  

Pada pelaksanaannya, masyarakat akan menyembelih seekor kerbau jantan sebagai persembahan. Sembelih ini diiringi tarian tortor dan irama Ogung Sebangunan, alat musik khas Batak.

Selain itu ada juga sesembahan lain berupa ayam, kambing, ikan yang sudah dimasak hingga jeruk purut di dalam cawan yang sudah didoakan.

Upacara Sipaha Lima ini biasanya diadakan di bale pasogit (rumah ibadah Parmalim) di Dusun Huta Tinggi.

Para Parmalim laki-laki dan perempuam akan mengenakan pakaian berbeda dalam ritual tersebut. Perempuan harus mengenakan kebaya, ulos, sarung dengan rambut disanggul. 

Sementara itu, para laki-laki mengenakan tali tali (ikat kepala dari kain putih) seperti sorban untuk yang sudah menikah, kemeja, jas, ulos, dan sarung.

Khusus pemimpin, mereka biasanya mengenakan ulos yang dilapisi kain putih sedangkan anak-anak mengenakan sarung dengan rambut disanggul rapi.

Baca Juga: Selain Danau Toba, Pulau Sumatra Juga Punya 5 Danau Terkenal Lho!

2. Mangulosi

Budaya Batak memiliki tradisi mangulosi yang berarti proses mengalungkan ulos (kain tenun khas Batak) di pundak orang lain.

Tradisi ini biasanya menjadi salah satu acara dalam rangkaian upacara adat khas Batat, baik untuk pesta suka cita maupun duka.

Menurut sejarahnya, tradisi ini memiliki makna perlindungan dari segala gangguan serta pemberian kasih sayang, doa, kehangatan dan restu kepada pemakainya.

Oleh karena itu, mangulosi biasanya dilakukan oleh orang yang dituakan kepada kerabat yang memiliki partuturan atau kedudukan lebih rendah, contohnya orang tua kepada anak.

Saat acara kematian, ulos diletakkan di tubuh jenazah. Sementara itu, dalam acara pernikahan, kain ulos akan dikalungkan di pundak hingga menutup seluruh bagian depan tubuh. 

3. Mangongkal Holi

Mangokal holi merupakan upacara adat Sumatra Utara berupa penggalian kubur dan pemindahan tulang belulang orang yang sudah lama meninggal ke tempat baru.

Sebelum dipindahkan ke tempat baru, tulang belulang biasanya dibersihkan terlebih dahulu oleh garis keturunan perempuan dengan air jeruk hingga bersih.

Mereka juga melumurinya dengan air kunyit agar semakin bersih. Selanjutnya, tulang yang sudah bersih dan kering akan masuk ke dalam peti lalu didoakan dan dimasukkan ke makam baru.

Tradisi ini dilakukan sebagai bentuk kasih sayang dan penghormatan kepada leluhur serta dipercaya bisa mendekatkan arwah leluhur kepada Sang Pencipta.

Dalam kepercayaan suku Batak, arwah orang yang telah meninggal akan hidup abadi. Nah, hal ini bisa dicapai dengan meletakkan tulang belulang arwah di tempat yang lebih layak atau tinggi. Dengan begitu, sang arwah bisa lebih dekat dengan Penciptanya.

Meski terdengar sederhana, mangokal holi termasuk upacara adat Sumatra Utara yang membutuhkan biaya fantastis.

Pasalnya, marga yang menggelar ritual ini harus menjamu semua keluarga besar serta tetangga kampung. Hidangannya pun tidak sembarang, yakni berupa daging kerbau. 

Baca Juga: Simak 7 Fakta Danau Toba yang Belum Banyak Diketahui

4. Tarian Gundala-Gundala

Gundala-gundala adalah tarian khas masyarakat suku Karo yang menjadi rangkaian upacara Ndilo Wari Udan, atau ritual pemanggil hujan saat musim kemarau panjang.

Uniknya, para penari akan mengenakan jubah dan topeng kayu raksasa. Formasi geraknya dinamis dengan iringan musik tradisional yang mengalun lembut dan mendayu-dayu.

Pemain tarian gundala-gundala terdiri dari lima orang yang berperan sebagai raja, permaisuri, putri raja, menantu dan burung Gurda Gurdi.

Menurut kepercayaan setempat, tarian ini lahir dari sebuah legenda tentang kerajaan yang dipimpin oleh Raja Sibayak.

Ceritanya, Raja bertemu dengan seekor burung raksasa jelmaan petapa bernama Gurda Gurdi. Ia membawa pulang burung tersebut dan menjadikannya sebagai penjaga putrinya.

Di luar dugaan, Gurda Gurdi rupanya memiliki kekuatan pada paruhnya. Timbullah pantangan agar siapa pun tidak boleh menyentuh paruh sang burung.

Namun, sang putri kemudian tidak sengaja menyentuh paruh tersebut hingga membuat Gurda Gurdi murka, memberontak, dan menyerang sang putri.

Raja Sibayak pun mengutus pasukan untuk menyerangnya hingga mati. Namun, kematian sang burung menimbulkan kesedihan mendalam bagi masyarakat Karo.

Di tengah kesedihan itu, langit pun mengguyurkan hujan lebat yang seolah ikut menangisi kepergian Gurda Gurdi.

Dari cerita tersebut, lahirlah ritual Gundala-Gundala yang berkisah tentang Gurda Gurdi untuk memanggil hujan.

5. Fahombo

Fahombo adalah tradisi lompat batu yang bisa kamu jumpai di Pulau Nias, Sumatra Utara. Tradisi ini umumnya dilakukan oleh para pemuda suku Nias dan diwariskan turun temurun di setiap keluarga.

Dalam pelaksanaannya, para pemuda akan mengenakan baju pejuang Nias. Mereka harus melompati tumpukan batu setinggi dua meter dan setebal 40 cm.

Hal ini sebagai pertanda bahwa mereka sudah pantas dianggap dewasa secara fisik dan siap memikul tanggung jawab sebagai lelaki dewasa.

Dengan kata lain, fahombo menjadi prosesi pendewasaan para lelaki untuk membentuk karakter kuat, tegas, dan tangkas dalam menjalani kehidupan.

Sebelum melakukan tradisi fahombo, para peserta harus melalui proses latihan yang lama dan tidak mudah. Meski begitu, tidak semua pemuda Nias bisa berhasil meskipun sudah berlatih sejak kecil.

6. Gondang Naposo

Selanjutnya ada Gondang Naposo, yaitu upacara adat Sumatra Utara yang menjadi wadah perkenalan dan tegur sapa bagi para muda mudi melalui tarian tor tor.

Setelah berkenalan, mereka bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih serius alias pernikahan jika memas sudah klik atau cocok satu sama lain.

Dahulu, Gondang Nopasa biasanya berlangsung pada saat terang bulan (rondang bulan) setelah masa panen usai.

Selain sangat ditunggu-tunggu para muda mudi, acara ini juga mendapat campur tangan para orang tua yang ingin menyaksikan kegembiraan anak mereka.

Sebelum acara terlaksana, para orang tua dan pemangku ada biasanya akan mengadakan rapat. Setelah itu, mereka akan mengumpulkan para pemuda dan pemudi dari berbagai desa untuk berpartisipasi.

Acara biasanya berlangsung selama dua hari. Hari pertama berisi acara pembuka pada sore hari berupa permintaan berkat kepada Tuhan yang disampaikan melalui tarian tor tor dan alunan gondang.

Pada hari kedua, acara berlangsung sejak pagi hari dengan mempertunjukkan tor tor pada para tamu undangan.

Para tamu umumnya membawa persembahan yang disebut santisanti, yaitu seserahan uang di dalam tandok kecl atau pinggan berisi beras untuk para muda mudi.

7. Tarian Sigale-Gale

Sigale-gale adalah boneka kayu menyerupai manusia dengan tinggi mencapai satu setengah mete. Boneka ini memakai kostum tradisional Batak dan dapat digerakkan oleh dalang dari belakang.

Tarian ini sendiri biasanya hadir dalam upacara pemakaman, terutama kaum laki-laki, masyarakat Batak Samosir. Masyarakat setempat meyakini bahwa tarian ini dapat mengantar arwah yang telah meninggal. 

Keberadaannnya sendiri berawal dari kepercayaan masyarakat Batak. Konon, saat seorang laki-laki terkemuka meninggal tanpa anak untuk penyambung keturunan, hal ini dianggap kesialan.

Untuk mencegahnya terulang kembali, maka mereka mengadakan ritual tarian duka dengan boneka kayu Sigale-gale sebagai simbol perpisahan dengan orang yang baru meninggal. 

Boneka tersebut akan dibawa keluar kampung dan dicampakkan di Danau Toba pada malam terakhir upacara tarian duka. Hal ini menunjukkan harapan agar nasib malang keluarga tersebut tidak terulang di masa mendatang.

Baca Juga: 7 Wisata Alam di Sumatra Utara yang Membangkitkan Jiwa Petualangmu

Nikmati Keindahan Toba di Bobocabin Signature Toba!

Pengalaman Seru Menginap di Bobocabin Danau Toba

Wisatamu di Sumatra tentu tidak akan lengkap tanpa mengunjungi Danau Toba. Sebagai danau vulkanik terbesar di dunia, pesona Toba memang tidak terelakkan.

Maka dari itu, saat berkunjung ke Toba, carilah penginapan yang menyuguhkan pemandangan yang menakjubkan ini.

Salah satunya adalah Bobobocabin Signature Toba yang berdiri di tepian bukit dengan keindahan Danau Toba dalam jangkauan.

Akomodasi yang berlokasi di kawasan The Kaldera Nomadic Escape ini menawarkan kenyaman kabin modern dengan fasilitas canggih.

Salah satunya adalah fitur Smart Window. Kamu bisa mengaturnya ke mode privasi atau mode transparan untuk menikmati keindahan alam di depan mata.

Yuk, unduh aplikasinya untuk reservasi dan informasi lebih lanjut!

 

Foto utama oleh: Leo Sagala via Unsplash

Bobocabin Bobobox

Bobobox

Bobobox

Sejak tahun 2018, Bobobox hadir menawarkan pengalaman yang berbeda bagi para traveler untuk menikmati perjalanan yang sempurna. Bobobox menghubungkan traveler, dari pod ke kota.

All Posts

Bobobox

Rasakan sensasi menginap di hotel kapsul Bobobox! Selain nyaman, hotel kapsul ini mengedepankan teknologi dan keamanan. Bobobox bisa menjadi salah satu cara terbaik untuk menikmati perjalanan dan beristirahat, dan cocok untuk perjalanan liburan atau bisnis.

Top Articles

Categories

Follow Us

Latest Articles