Semenjak virus corona mulai mewabah hampir di seluruh dunia, gerakan hidup bersih dan sehat semakin digaungkan, terutama melalui cuci tangan.
Mencuci tangan adalah aktivitas yang sederhana namun memiliki dampak yang luar biasa. Itulah yang diamati oleh Ignaz Semmelwels yang juga dikenal sebagai pelopor cuci tangan dunia.
Jika kamu membuka halaman Google beberapa hari yang lalu, kamu pasti akan melihat sosoknya dalam Google Doodle. Saat diklik, kamu akan melihat tayangan tutorial singkat bagaimana cara cuci tangan yang baik dan benar.
Yuk cari tahu lebih lanjut siapa Ignaz Semmelwels, pelopor cuci tangan dunia yang hingga sekarang dikenal nama dan jasanya.
Awal mula sang pelopor cuci tangan
Dikenalnya Ignaz Semmelwels sebagai orang yang mempopulerkan cuci tangan berawal dari demam nifas yang menyerang benua Eropa di abad ke-19. Saat itu, penyakit tersebut menjadi momok bagi seluruh rumah sakit. Bahkan, tingkat kematiannya mencapai 25-30 persen.
Demam nifas disebabkan oleh infeksi pada bagian organ reproduksi wanita yang terjadi paska melahirkan. Infeksi tersebut biasanya terjadi setelah palsenta dipisahkan dari plasenta yang menyebabkan demam hingga 38 derajat Celsius.
Pada awalnya, beberapa orang mengira bahwa penyakit ini disebabkan oleh rumah sakit yang terlalu padat, ventilasi yang buruk hingga keracunan.
Melihat kondisi yang memprihatinkan ini, Semmelwels memutuskan untuk turun tangan menginvestigasi demam nifas tersebut meskipun atasannya tidak setuju dengan ide tersebut karena ia berpikir bahwa demam nifas tidak dapat disembuhkan.
Saat itu, di tahun 1847, Semmelwels menjabat sebagai Kepala Residen di klinik bersalin Vienna General Hospital. Ia juga belajar di kota yang sama yaitu di Universitas Pest and Vienna dan mendapatkan gelar dokotrnya pada tahun 1844.
Semmelwels mengamati bahwa diantara wanita yang melahirkan di divisi satu rumah sakit, tingkat kematiannya lebih tinggi hingga dua atau tiga kali lipat jika dibandingkan dengan wanita yang melahirkan di divisi dua. Kedua divisi sebenarnya sama. Yang membedakan adalah siswa menangani pasien di divisi satu dan bidan di divisi dua.
Ia kemudian berasumsi bahwa siswa yang menangani pasien di divisi satu membwa sesuatu dari pasien yang mereka periksa saat melahirkan. Setelah melalui penyelidikan ia menyimpulkan bahwa penyakit tersebut ditularkan dari pasien yang meninggal akibat demam nifas ke wanita yang sehat melalui tangan mereka selama operasi.
Cuci tangan dengan larutan jeruk nipis
Semmelwels kemudian menginstruksikan mereka untuk mencuci tangan di larutan jeruk nipis yang diberi klorin sebelum mereka menangani pasien.
Berkat tindakannya, Semmelwels mampu mengurangi tingkat kematian dari 18 persen menjadi 1,3 persen saja dengan cuci tangan dan beberapa bulan setelahnya tidak ada lagi kasus meninggal akibat demam nifas di divisinya.
Sayangnya, meskipun mendapatkan dukungan dari beberapa juniornya, ide cuci tangan sebagai solusi atas penyakit tersebut tidak bisa diterima oleh atasannya, Profesor Klein.
Ia beranggapan bahwa tingkat kematiannya menurun bukan karena cuci tangan melainkan ventilasi baru yang dipasang di rumah sakit. Kesimpulan Klein didasari oleh teori miasma di mana penyakit tersebut diakibatkan oleh udara yang buruk. Namun sekarang teori tersebut sudah usang.
Alasan lain dari ditolaknya ide cuci tangan Semmellwels adalah cuci tangan terlalu memakan banyak waktu jika dilakukan setiap akan menangani pasien. Bangunan rumah sakit pada waktu itu belum bisa mengakomodasi kebutuhan tersebut sehingga rumah sakit harus direnovasi. Wastafel dan air mengalir tidak mudah dijangkau.
Di samping itu, pada saat itu tenaga medis adalah pekerjaan yang “suci”. Menduga bahwa penyebab kematian adalah dokter sangat tidak bisa diterima sedangkan Semmellwels berpikir sebaliknya. Saat ego memuncak dan bukti tidak banyak, tidak ada yang bisa dilakukan oleh Semmellwels pada saat itu.
Memulai perjalanan baru dan menerbitkan buku
Merasa dikhianati, Semmelwels meninggalkan Vienna dan pulang ke kampung halamannya, Budapest. Pada tahun 1851, ia ditunjuk sebagai kepala kebidanan di Rumah Sakit St. Rochus. Di sana, ia mati-matian menasihati para dokter dan perawat tentang pentingnya cuci tangan.
Ia pun berhasil mengurangi tingkat kematian akibat melahirkan di rumah sakit tersebut. Setelah itu, ia memutuskan untuk berhenti dan menjadi pensyarah di Universitas Pest. Ia pun kemudian menerbitkan bukunya yang berjudul “The Etiology, Concept, and Prophylaxis of Childbed Fever” pada tahun 1861, 14 tahun setelah ia memulai gerakan cuci tangan.
Akan tetapi, bukunya tidak menemui penerimaan publik yang baik. Secara kualitas, buku tersebut tidak ditulis dengan baik dan para institusi kesehatan pun menolaknya.
Hal ini terjadi karena Semmellwels tidak bisa memberikan cukup banyak bukti tentang teorinya sehingga ia tidak bisa bersaing dengan akademisi lain yang mengeluarkan teori tentang demam nifas tersebut. Ia bahkan bersikap arogan ketika ditantang oleh koleganya untuk memberikan bukti lebih banyak.
Ia menganggap hal tersebut sebagai sebuah hinaan. Ketidakcakapannya dalam menulis, rasa frustasi, serta egonya menjadi penghalang bagi Ignaz Semmellwels untuk mendobrak dunia medis.
Apa jadinya cuci tangan tanpa Ignaz Semmellwels?
Semmelwells memang orang pertama yang mempopulerkan gerakan cuci tangan. Ia bahkan dijuluki juga sebagai “bapak pengontrol infeksi”. Akan tetapi, karyanya baru diteliti dan diapresiasi setelah dua abad kemudian.
Jika bukan karena Pasteur, Koch, dan Lister yang mengembangkan teori kuman dan teknik antiseptik, mungkin kita tidak akan mengapresiasi cuci tangan yang dipopulerkan oleh Semmellwels seperti sekarang.
Ignaz Semmellwels meninggal pada tahun 1865. Ia mungkin tidak mengetahui bahwa konsepnya mengenai cuci tangan yang ditolak pada waktu itu bisa berpengaruh besar di hari ini.
Apalagi saat pandemi virus corona sedang berlangsung. Orang-orang mulai kembali menyadari pentingnya menjaga kebersihan, termasuk cuci tangan, dalam setiap aspek kehidupan, baik sehari-hari maupun pekerjaan.
Semoga dengan mengenal lebih jauh Ignaz Semmellwels kita bisa lebih paham bahwa hal kecil seperti cuci tangan bisa berpengaruh terhadap hal yang lebih besar. Stay safe, stay healthy, stay clean!
Bobobox, hotel kapsul pilihan kamu
Bobobox adalah hotel kapsul yang bisa bikin kamu bebas dari stres. Suasana tenang dan hening akan kamu dapatkan saat masuk ke pod-nya. Selain itu, desainnya yang modern juga enak untuk dinikmati. Kamu akan merasa seperti berada di film-film masa depan.
Tak hanya itu, teknologi yang digunakan juga canggih. Untuk memesan kamar, kamu bisa melakukannya melalui aplikasi Bobobox. Aplikasi ini, selain untuk memesan, juga berfungsi sebagai kunci kamar lho. Tinggal pindai saja QR code-nya. Mudah kan?
Di kamarnya juga kamu akan menemukan lampu led yang bisa kamu atur sesuai dengan suasana hati kamu. Modenya pun ada banyak. Mau untuk tidur? Ada. Mau untuk meditasi? Tinggal pakai mode zen. Pokoknya pas banget untuk melepas stres dan menjaga kesehatan mental.
Jadi, tunggu apa lagi? Ayo menginap di Bobobox dan lupakan stres untuk sejenak!