Tahun 2021 ini, tepatnya tanggal 22 Juni 2021, DKI Jakarta berulangtahun ke-494, menjadikannya salah satu kota tertua yang ada di Indonesia. Untuk berada di fase sekarang ini, Jakarta tentu sudah melewati sejarah panjang yang penuh makna. Penasaran bagaimana sejarah ulang tahun Jakarta ini? Simak informasinya di bawah ini!
Sejarah Ulang Tahun Jakarta: Penetapan oleh Sudiro
Sejarah ulang tahun Jakarta dipercaya diawali pada 22 Juni 1527. Penetapan tersebut tentu tidak asal-asalan dan hal itu diprakarsai oleh Wali Kota Sudiro yang menjabat pada periode 1953-1958. Kala itu, Wali Kota Sudiro merasa perlu menetapkan tanggal yang pasti untuk memperingati ulang tahun Jakarta.
Maka dari itu, dibentuklah tim berisi sejarawan ternama seperti Mohamad Yamin, Sukanto, dan wartawan senior Soedardjo Tjokrosisworo untuk meniliti kapan tepatnya Jakarta didirikan. Sudiro meyakini bahwa 1527 merupakan tahun yang tepat dengan mengacu pada sejarah perebutan Sunda Kelapa oleh Kerajaan Demak. Tahun 1527 sendiri pertama kali ditetapkan sebagai tahun kelahiran Jakarta oleh Prof Dr PA Hussein Djajaningrat dalam disertasinya yang berjudul Critische Beschouwaring van den Sejarah Banten.
Sejarah perebutan Sunda Kelapa ini melibatkan Fatahillah, seorang panglima pasukan Kerajaan Demak beserta pasukannya bertarung melawan bangsa Portugis yang kala itu hendak menduduki Sunda Kelapa. Setelah petempuran tersebut, Kerajaan Demak pun berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa. Fatahillah kemudian diangkat menjadi gubernur dan mengubah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang bisa diartikan sebagai kota kemenangan.
Nah, yang menjadi pertanyaan untuk penetapan hari lahir Jakarta adalah tanggal serta bulannya. Berbulan-bulan setelah pertemuan Sudiro dengan ketiga sejarwan kondang tersebut, lahirlah sebuah naskah berjudul “Dari Jayakarta ke Jakarta” yang disusun oleh Sukanto. Naskah tersebut menggunakan ”Tjarita Purwaka Tjarupan Nagari” sebagai salah satu acuannya.
Sukanto menduga bahwa lahirnya Jayakarta bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi. Setelah dilakukan penyesuaian, tercetuslah tanggal 22 Juni 1527 yang dianggap paling mendekati peristiwa sejarah tersebut.
Naskah tersebut kemudian diserahkan kepada Dewan Perwakilan Kota Sementara (setara DPRD) untuk ditindaklanjuti. Tepat pada tanggal 22 Juni 1956, Wali Kota Sudiro mengajukan naskah tersebut secara resmi pada sidang pleno. Usulan tersebut pun diterima dan sejak saat itu sidang istimewa DPRD Kota Jakarta selalu dilaksanakan setiap tanggal 22 Juni sebagai bentuk tradisi peringatan berdirinya Jakarta.
Sejarah Ulang Tahun Jakarta: Ada Pilihan Lain
Sebelum tercetus ide untuk menetapkan hari ulang tahun Jakarta, Wali Kota Sudiro sebenarnya memiliki pilihan untuk memperingati hari jadi Jakarta pada akhir Mei. Hal ini merujuk pada perayaan hari jadi Jakarta (saat itu bernama Batavia) yang dilakukan setiap akhir Mei oleh Pemerintah Belanda.
Penetapan akhir Mei tersebut didasarkan pada keberhasilan Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen dalam menaklukkan Jayakarta pada akhir Mei 1619. Untuk mengenang jasanya, Pemerintah Belanda bahkan membangun monumen J.P Coen di hari jadi Jakarta ke-250. Monumen tersebut dibangun di atas fondasi beton dengan patung Coen yang berdiri angkuh menunjuk ke bawah sebagai gambaran bahwa dirinya telah berhasil menaklukkan Jayakarta.
Patung yang menjadi simbol awal mula penjajahan Belanda tersebut kemudian dihancurkan pada masa penjajahan Jepang (1942-1945) dan Batavia berubah nama menjadi Toko Betsu Shi oleh pemerintah Jepang. Tempat monumen itu berdiri kini menjadi halaman Kementerian Keuangan, Jalang Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.
Mengingat sejarah kelam penjajahan Belanda, Sudiro tidak ingin ada kesamaan dengan perayaan yang dilakukan oleh Pemerintah Belanda. Maka dari itu, hari perebutan Sunda Kelapa oleh Fatahillah dirasa lebih cocok karena Sudiro ingin menghilangkan nuansa kolonialisme tersebut.
Sebelum keputusan itu diambil, penetapan tanggal ulang tahun Jakarta kabarnya menerima beberapa sanggahan. Salah satunya mengungkapkan bahwa penaklukkan Jayakarta oleh Coen yang kemudian berubah menjadi Batavia terasa lebih rasional untuk diperingati sebagai hari jadi Jakarta. Pasalnya, masa kepemimpinan Coen di tahun 1600-an sangat mencerminkan nuansa bangunan kota Jakarta.
Namun, seperti yang Sudiro ungkapkan, momen tersebut terlalu sarat akan kolonialisme sementara perjuangan Fatahillah dirasa lebih berisi semangat kebangsaan yang memang cocok untuk ibu kota yang akan menjadi wajah bagi Indonesia.
Sejarah Ulang Tahun Jakarta: Hanya Dongeng Belaka?
Meskipun hari jadi Jakarta secara resmi ditetapkan pada 22 Juni 1527, banyak sejarawan masih meragukan sejarah ulang tahun Jakarta. Seorang mendiang sejarawan sekaligus pastor kelahiran Jerman, Adolf Heuken SJ, bahkan menyebut bahwa hari jadi Jakarta hanya dongeng belaka karena penetapan tersebut didasarkan pada pengajuan oleh Wali Kota Sudiro selaku kepala daerah pertama Ibu Kota.
Pasalnya, Heuken tidak dapat menemukan satupun dokumen kredibel yang menjadi landasan ditetapkannya ulang tahun Jakarta di tanggal tersebut. Heuken juga berpendapat bahwa nama Jakarta juga tidak pernah disuarakan secara resmi. Pada tahun 1957, ibu kota Indonesia ini masih dikenal dengan Jayakarta. Istilah Jakarta sendiri baru muncul pada 1970-an tatkala serdadu Portugis menyebut Jayakarta sebagai Jakarta dalam laporan mereka terhadap atasannya.
Lebih lanjut, penamaan Jayakarta oleh Fatahillah juga masih dipertanyakan. Bahkan, 50 tahun sesudah VOC berkuasa, tempat tersebut masih disebut Sunda Kelapa. Selain itu, Heuken juga meragukan penamaan Jayakarta oleh Fatahillah mengingat Fatahillah merupakan keturunan Arab. Sementara itu, kata Jayakarta diambil dari bahasa Sanskerta yang tentunya bertolak belakang dengan latar belakang Fatahillah.
Selain Heuken, Djajaningrat juga mempertanyakan kebenaran 22 Juni 1527 sebagai hari lahir Jakarta. Penetapan yang dilakukan Sukanto menggunakan penanggalan Islam sementara penggalan Hindu-Jawa lebih sering digunakan oleh para pakar sebelumnya. Selain itu, penanggalan Islam juga baru dipakai di Jawa pada tahun 1633 Masehi atas perintah Raja Mataram Sultan Agung.
Meskipun sejarah ulang tahun Jakarta menuai kontroversi, hari lahir Jakarta tetap dilaksanakan setiap tahunnya dengan cara yang berbeda bergantung pada gubernur yang menjabat. Namun, sosok yang dianggap menjadi pelopor acara-acara perayaan hari jadi Jakarta adalah Ali Sadikin yang menjabat pada periode 1966-1972.
Ali dikenal sebagai sosok yang mencetuskan acara Jakarta Fair dan Malam Muda Mudi yang kerap memeriahkan hari ulang tahun Jakarta. Kedua acara itu sendiri dicetuskan pada tahun ketiga masa jabatannya yaitu 1968.
Rayakan HUT Jakarta Bersama Bobobox
HUT Jakarta tahun 2021 direnacanakan akan diperingati baik secara online maupun offline dengan tema “Jakarta Bangkit”. Buat kamu yang ingin ikut merasakan suasana Jakarta di hari jadinya, bisa banget nih mampir dan menginap di Bobobox. Di Jakarta sendiri, kamu memiliki pilihan untuk stay di Bobobox Pods Pancoran, Kebayoran Baru, Kota Tua, Tanah Abang, dan Juanda.
Lokasinya yang sangat strategis akan memudahkan kamu dalam mengeksplor berbagai tempat menarik di Jakarta apalagi pod-pod Bob juga dekat dengan stasiun. Semakin mudah kan untuk dijangkau.
Kalau hanya ingin stay di dalam pod, tentu tidak jadi masalah. Bob jamin kamu tidak akan bosan. Manfaatkan berbagai fasilitas menarik yang Bob punya. Kamu bisa memanfaatkan Wi-Fi kencang Bob untuk streaming film, serial tv favorit, atau menyaksikan rangkaian acara HUT Jakarta secara online.
Kamu juga bisa membaca buku sambil mendengarkan lagu dengan Bluetooth speaker Bob atau berfoto cantik dengan efek moodlamp dalam pod. Jangan lupa juga untuk berpose di depan mural-mural cantik Bob. Tunggu apa lagi? Unduh dulu yuk aplikasi Bobobox dan jangan sampai kelewatan promo-promo serta informasi terbaru dari Bob!