Memiliki sikap positif adalah hal yang baik. Namun, apakah bersikap positif di setiap saat adalah yang baik? Itulah yang disebut dengan toxic positivity.
Sebagai seorang manusia, kamu pasti dipenuhi dengan emosi. Senang, sedih, marah, gundah, dan masih banyak lagi. Beberapa perasaan membawa kamu merasakan hal positif dan perasaan yang lain hal negatif. Ini merupakan hal yang wajar. Tidak selamanya kamu bisa merasakan senang dan tidak selamanya kamu bisa merasakan sedih.
Akan tetapi, terkadang kamu ingin selalu berada di posisi bahwa kamu baik-baik saja di samping masalah yang sedang kamu hadapi. Alhasil, kamu memberi tahu dirimu sendiri bahwa semua akan baik-baik saja. Tetap tersenyum dan redam kesedihan.
Begitu pula dengan lingkungan di sekitarmu. Nasihat demi nasihat datang menyemangati agar kamu tetap positif. Meskipun terdengar baik, hal tersebut justru akan membawa kamu menuju hal yang negatif dan kondisi ini memiliki namanya sendiri, yaitu toxic positivity.
Apa itu toxic positivity?
Menurut Heather Monroe, seorang ahli klinis di bidang kesehatan mental, toxic positivity merupakan sebuah gagasan di mana kita harus berfokus hanya pada emosi positif dan aspek positif dalam hidup. Dengan mengabaikan emosi negatif yang menyulitkan dan kegagalan dalam hidup, kita akan lebih merasa bahagia.
Hal ini serupa dengan apa yang dikatakan oleh Eric Barker dalam bukunya Barking up The Wrong Tree. Ia mengatakan bahwa kita adalah apa yang kita ceritakan pada diri kita. Jadi, jika kita terus menerus mengatur diri untuk selalu fokus pada hal positif, kita akan berakhir dengan hal-hal yang positif.
Akan tetapi, terus mempertahankan “kesempurnaan” tidak seindah kelihatannya. Menjadi positif terus menerus membutuhkan tenaga besar. Alih-alih membuat diri menjadi bahagia, kamu malah menumpuk masalah. Sedikit demi sedikit. Secara perlahan, masalah atau emosi negatif tersebut akan menumpuk dan akhirnya meledak. Toxic positivity.
Hal ini bukan berarti kita tidak boleh berpikiran positif. Masalah dari toxic positivity adalah penyederhanaan perasaan. Monroe menambahkan dalam artikel yang ditulis di Hufftington Post bahwa toxic positivity menyederhanakan bagaimana otak manusia memroses emosi. Hidup adalah hitam dan putih, benar dan salah, positif dan negatif. Hal ini justru bisa membahayakan kesehatan mental.
Dari mana datangnya toxic positivity?
Sayangnya, toxic positivity tidak hanya datang dari diri sendiri. Lingkungan sekitar juga menyebabkan kita memiliki pola pikir toxic positivity. Di media sosial misalnya.
Berapa banyak kata-kata motivasi yang berserakan? Belum lagi unggahan orang lain yang terlihat selalu bahagia dan positif. Hal-hal tersebut menimbulkan tekanan sehingga membuat seseorang mau tidak mau harus memaksakan senyumnya di tengah penderitaan yang ia alami.
Salah satu cara untuk mengatasi toxic positivity adalah dengan berbicara dengan orang lain. Mengeluarkan emosi negatif dari tubuh adalah hal yang melegakan.
Dilansir dari situs The New York Times, menurut penelitian yang dilakukan oleh Southern Methodist University, mengungkapkan pengalaman yang traumatis baik itu melalui tulisan ataupun lisan memiliki dampak yang positif terhadap kesehatan mental dan daya tahan tubuh. Cara untuk terhindar dari toxic positivity.
Penlitian tersebut berargumen bahwa meredam emosi dan pikiran negatif justru dapat menimbulkan stres. Hal tersebut membuat otak dan tubuh kelelahan sehingga kamu lebih mudah sakit dan merasa tidak bahagia.
Namun, sayangnya respon orang lan terhadap kamu justru bisa menjadi sumber toxic positivity pula. Oleh karena itu, sebagai orang yang menanggapi keluh kesah orang lain, kamu harus bisa menanganginya dengan tepat.
Cara merespon curhat teman agar tidak jadi toxic positivity
Menurut Guy Winch, seorang psikologis yang menerbitkan tulisannya di situs Psychology Today, ada lima hal yang bisa kamu lakukan.
Jadilah pendengar yang baik
Untuk menghindari supaya kamu tidak menjadi sumber toxic positivity, jadilah pendengar yang baik. Jaga kontak mata. Tunjukkan gestur yang baik. Yang lebih penting, jangan mainkan telepon genggam selama dia berbicara.
Tetap suportif
Saat orang memintamu untuk mendengarkan ceritanya, yang kamu perlu lakukan adalah mendengarkan. Meskipun apa yang dia katakana salah atau berbeda dengan pendapatmu, biarkan dia selesai terlebih dahulu. Jangan langsung berikan ia nasihat apalagi untuk tetap positif dan sebagainya. Bisa-bisa ini malah menjadi sumber toxic positivity.
Berempati dan beri validasi emosi
Cobalah untuk benar-benar merasakan apa yang dia rasakan. Kamu harus bisa melihat dari sudut pandangnya, memahami sebisa mungkin apa yang ia alami. Dengan demikian, kamu terhindar menjadi sumber toxic positivity.
Fokus pada dia, bukan kamu
Hindari untuk langsung berkata “Aku juga tahu rasanya. Aku juga mengalami hal yang sama”. Lalu kemudian kamu menceritakan pengalamanmu yang kamu anggap sama. Fokus pada ceritanya, bukan ceritamu.
Jaga rahasianya
Terkadang apa yang dia ceritakan bisa sangat sensitif. Oleh karena itu, kamu harus bisa menjaga rahasianya serapat mungkin. Jangan sekalipun menceritakannya pada orang lain, terutama jika dia dengan spesifik untuk tidak bercerita kepada orang lain.
Jangan sampai jadi toxic positivity ya
Menyederhanakan perasaan menjadi hitam dan putih adalah hal yang berbahaya, seperti toxic positivity. Hal yang bisa kamu lakukan adalah menerima perasaan negatif tersebut. Mungkin kamu akan merasakan suasana yang aneh.
Takut, ragu, lemah. Akan tetapi, itu semua adalah hal yang harus kamu hadapi. Dengan menerima keadaan dan menyadari posisi kamu terhadap sebuah situasi, barulah kamu bisa kembali bersemangat, sabar, atau mengambil hikmah.
Emosi bukan hanya persoalan positif atau negatif. Emosi merupakan hal yang ada dalam dirimu yang bisa kamu jadikan sebagai panduan. Emosi membantu kamu mengerti hal-hal yang terjadi.
Jika kamu sedih karena gagal menjalankan bisnis, mungkin pengalaman tersebut adalah hal penting yang jika kamu terima justru menjadi penyemangat supaya kamu bisa bangkit kembali.
Di sisi lain, sebagai orang yang menanggapi toxic positivity, kamu harus bisa bersikap dengan bijak. Biarkan mereka berkeluh kesah, mengeluarkan beban yang terpendam, dan jangan langsung jatuh pada kesimpulan. Gali lebih dalam tentang mengapa mereka merasa negatif.
Tetap bahagia dengan menginap di Bobobox
Menjaga kesehatan bukan soal badan saja, mental juga harus kamu perhatikan kesehatannya. Oleh karena itu, di samping berolahraga atau makan sehat, kamu juga butuh liburan. Tapi, di saat pandemi seperti sekarang, liburan kan jadi lebih susah. Oleh karena itu, kenapa nggak staycation aja di Bobobox?
Bobobox adalah hotel kapsul yang bisa bikin kamu bebas dari stres. Suasana tenang dan hening akan kamu dapatkan saat masuk ke pod-nya. Selain itu, desainnya yang modern juga enak untuk dinikmati.
Nggak cuma itu, teknologi yang digunakan juga canggih. Untuk memesan kamar, kamu bisa melakukannya melalui aplikasi Bobobox. Aplikasi ini, selain untuk memesan, juga berfungsi sebagai kunci kamar lho. Tinggal pindai saja QR code-nya.
Jadi, tunggu apa lagi? Ayo menginap di Bobobox dan lupakan stres untuk sejenak!
Header image: Priscilla Du Preez 🇨🇦 via Unsplash