Gejala autis berikut ini perlu diwaspadai karena dapat menjadi ciri seseorang memiliki autisme. Autisme dikenal juga dengan istilah Autism Spectrum Disorder (ASD) yang merupakan gangguan perkembangan saraf. Gangguan ini dapat memengaruhi perkembangan bahasa dan kemampuan seorang anak. Hal ini membuat mereka sedikit kesulitan dalam berkomunikasi, berinteraksi, serta berperilaku.
Bukan hanya autisme saja, ASD juga melingkupi sindrom lainnya seperti Asperger, sindrom Heller, dan gangguan perkembangan pervasif (PPD-NOS). Namun kamu tak perlu khawatir maupun panik. Autisme bukanlah penyakit yang berbahaya melainkan kondisi di mana otak bekerja dengan cara yang berbeda dari orang lain. Umumnya, mereka yang menyandang autisme dapat mengalami kesulitan memahami apa yang orang lain pikirkan dan rasakan.
Gejala Autis dan Faktor Risiko Autisme
Dalam memahami gejala autis, penting untuk mengetahui apa saja faktor risiko pemicu autisme berikut ini:
- Berdasarkan jenis kelamin, anak laki-laki memiliki risiko hingga 4 kali lebih tinggi mengalami autisme dibandingkan dengan anak perempuan.
- Jika menilik soal faktor keturunan, faktanya orang tua yang mengidap autisme berisiko memiliki anak dengan kelainan yang sama.
- Penularan selama dalam kandungan dapat menjadi faktor risiko autisme seperti efek samping terhadap minuman beralkohol atau obat-obatan (terutama obat epilepsi untuk ibu hamil) selama dalam kandungan.
- Gangguan sindrom Down, distrofi otot, neurofibromatosis, sindrom Tourette, lumpuh otak (cerebral palsy) serta sindrom Rett dapat menjadi faktor risiko autisme.
- Anak yang lahir secara prematur, khususnya bayi yang lahir pada masa kehamilan 26 minggu atau kurang.
Gejala Autis dan Penyebabnya
Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa saja penyebab autisme. Meskipun demikian, para ahli mencoba untuk mengidentifikasi adanya beberapa gen yang dicurigai memiliki kaitan dengan ASD. Gen-gen ini terkadang dapat muncul dan bermutasi secara spontan. Dalam kasus lain, seseorang mungkin mewarisi gen tersebut dari orang tuanya.
Gen kembar pun bisa menjadi salah satu kemungkinan penyebabnya. uSebagai contoh saat satu anak kembar mengidap autisme, maka kembar yang lain memiliki risiko autisme sekitar 36-95 persen. Hal ini kemudian membuat mereka mengalami perubahan di area-area utama otak mereka yang memengaruhi cara bicara dan perilaku pengidap. Di sisi lain, faktor lingkungan mungkin juga berperan dalam pengembangan ASD, meskipun dokter belum bisa mengkonfirmasi kebenarannya.
Penting untuk diingat pyla bahwa Dautisme tidak akan disebabkan oleh hal-hal berikut ini:
- Pola asuh orang tua yang buruk
- Penggunaan vaksin, seperti vaksin MMR
- Konsumsi makanan dan minuman
- Infeksi yang dapat menular
Baca Juga: Apa itu Sindrom Asperger: Penyakit Geu-ru di Serial Move to Heaven
Gejala Autis
Gejala autisme dapat digolongkan menjadi dua kategori yang berbeda diantaranya:
- Penyandang autisme memiliki gangguan dalam melakukan interaksi sosial dan berkomunikasi. Gejala yang mampu diidentifikasi antara lain masalah kepekaan terhadap lingkungan sosial dan gangguan penggunaan bahasa verbal maupun nonverbal.
- Kategori selanjutnya adalah penyandang autisme dengan gangguan yang meliputi pola pikir, minat, dan perilaku berulang yang kaku. Umumnya mereka akan menunjukkan gerakan berulang seperti mengetuk-ngetuk atau meremas tangan, serta merasa kesal saat rutinitas tersebut terganggu.
Gejala Autis dan Pengobatan
Kondisi autisme tidak dapat disembuhkan. Meski begitu, ada banyak jenis penanganan yang dapat dilakukan untuk membantu penyandang autisme. Tujuannya agar mereka dapat menyesuaikan diri dalam kehidupan sehari-hari dan mengembangkan potensi dalam diri mereka secara optimal. Tindakan penanganan yang dilakukan pada tiap penyandang autisme bisa berbeda-beda. Berikut adalah beberapa pilihan metode terapi umum untuk pengidap autisme:
1. Terapi Perilaku dan Komunikasi
Para pengidap autisme dapat menjalani berbagai terapi untuk melatih kemampuan dasar sehari-hari, baik verbal maupun nonverbal. Berikut ini adalah beberapa jenis contoh dari terapi perilaku dan komunikasi:
- Analisis perilaku terapan (ABA) yang dilakukan untuk meningkatkan perilaku positif dan mencegah perilaku negatif.
- Lakukan terapi okupasi dengan tujuan untuk membantu keterampilan hidup seperti berpakaian, makan, dan berhubungan dengan orang lain.
- Penerapan terapi integrasi sensorik untuk membantu seseorang yang memiliki masalah dengan sentuhan atau dengan pemandangan atau suara.
- Terapi wicara yang berfungsi untuk meningkatkan keterampilan komunikasi penyandang autisme.
2. Terapi Keluarga
Selain terapi-terapi di atas, penyandang autisme juga dapat mencoba terapi keluarga yang ditujukan untuk orang tua dan keluarga pengidap autisme. Hal ini dilakukan agar keluarga bisa belajar bagaimana cara berinteraksi dengan pengidap dan juga mengajarkan pengidap berbicara dan berperilaku normal.
3. Pemberian Obat-obatan
Pemberian obat-obatan juga dapat dilakukan untuk mengendalikan gejala yang muncul pada penyandang autisme. Perlu untuk digaris bawahi bahwa pemberianobat-obatan ini diberikan bukan untuk menyembuhkan autisme melainkan hanya untuk mengendalikan gejalanya. Obat yang diberikan bisa melingkupi obat untuk mengatasi kejang, obat untuk mengatasi masalah perilaku, obat untuk mengatasi depresi, dan obat untuk mengatasi gangguan tidur.
Komplikasi Autisme
Apa yang terjadi jika gejala autisme diabaikan dan tidak ditangani dengan tepat? meskipun autisme bukanlah penyakit dan gangguan yang serius, autisme yang tidak tertangani dengan baik dapat menimbulkan berbagai masalah. Masalah ini umumnya melingkupi masalah dengan interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku. Saat kondisi tersebut diabaikan maka dapat memicu komplikasi pada aspek sosial di kehidupan penyandang autisme, seperti:
- Masalah di sekolah dan keberhasilan pembelajaran
- Kesulitan bekerja
- Ketidakmampuan untuk hidup mandiri
- Isolasi sosial
- Stres dalam keluarga
- Menjadi korban dan diintimidasi
Baca Juga: Karakter di dalam Winnie the Pooh Gangguan Mental, Benarkah?
Cobain Pengalaman Seru Menginap di Bobobox!
Di saat yang penuh kesulitan dan tekanan ini, kamu perlu beristirahat dari segala kejenuhan. Tentunya ada berbagai cara sederhana yang bisa kamu lakukan seperti berjalan santai, memanjakan diri dengan perawatan tubuh, atau sekadar staycation. Di masa pandemi ini, mungkin agak sulit bagi kamu untuk berlibur. Karena itu, sekadar berstaycation sambil menenangkan diri namun tetap menghindari kerumunan bisa jadi altenatif buat kamu.
Dalam hal ini, sebaiknya kamu memilih hotel yang sudah terpercaya dan memiliki reputasi yang baik. Salah satu hotel aman yang bisa kamu pilih adalah Bobobox. Hotel kapsul yang satu ini telah menerapkan beberapa aturan yang wajib diikuti oleh semua orang yang berada di area Bobobox.
Aturan tersebut meliputi pengecekan suhu tubuh oleh host serta kewajiban menggunakan masker untuk semua pihak, rajin mencuci tangan, menjaga jarak dengan tim Bob dan tamu lain, serta menggunakan hand sanitizer sebelum memasuki area pod. Kamu juga diharuskan untuk menggunakan siku kamu jika ingin menekan tombol lift atau membuka pintu. Selain itu, bawalah alat makan dan alat salat pribadi.
Untuk keperluan kesehatan, Bobobox juga menyediakan obat-obatan standar yang bisa kamu gunakan agar tubuh kamu tetap sehat dan fit. Mau coba pengalaman yang lebih seru lagi? Cobain pengalaman menginap di Bobobox Gunung Mas, yuk! Menginap di Bobobox bisa jadi sebuah jalan keluar yang tepat dari hiruk pikuk dan keramaian kota. Yuk segera unduh aplikasi Bobobox di Play Store dan App Store, dijamin aman dan nyaman!