Duka tengah merundung Yogyakarta dan Indonesia. Pasalnya, salah satu legenda kuliner Tanah Air telah berpulang. Biyem Setyo Utomo, atau yang lebih akrab disapa Mbah Lindu, menghembuskan napas terakhirnya pada hari Minggu, 12 Juli 2020, sekitar pukul 18.00 WIB.
“Sedo (meninggal) di rumah ini, tadi sekitar pukul 18.00 WIB. Karena sudah sepuh (tua),” ujar Mudiati (62), salah satu anggota keluarga Mbah Lindu, di rumah duka Klebengan, Caturtunggal, Kecamatan Depok, Sleman.
Mbah Lindu meninggal di usianya yang genap 1 abad atau 100 tahun, dan meninggalkan 3 orang anak dan 6 cucu. Mbah Lindu dimakamkan pada hari Senin, 13 Juli 2020 di Pemakaman Klebengan, Yogyakarta.
Berikut Bob rangkum 5 fakta tentang perjalanan gudeg legendaris Mbah Lindu hingga sekarang ini. Simak faktanya berikut ini, ya.
Sudah 87 tahun berjualan gudeg
Hampir sepanjang masa hidupnya, Mbah Lindu mengabdikan dirinya sebagai pedagang gudeg. Hingga usianya menginjak angka 100 tahun, Mbah Lindu hanya mengisi kesehariannya dengan memasak dan berjualan gudeg. Ya, Mbah Lindu memang sangat gigih dalam melestarikan masakan khas Yogyakarta tersebut.
Dulu, bahkan ia sempat menjajakan gudegnya dengan berjalan kaki dari rumahnya di kawasan Klebengan, Sleman, hingga kawasan Kaliurang. Bahkan, Mbah Lindu juga menyampaikan bahwa ia mulai berjualan sejak ia masih berusia 13 tahun.
Kala itu masih zaman penjajahan Jepang, dan ia pun ingat bahwa sempat mengalami transaksi dengan menggunakan uang benggol dan sen sebagai alat tukar dengan gudeg yang ia jajakan.
Namun, karena lokasinya yang terlalu jauh, akhirnya ia hanya menjajakan gudegnya dari Klebengan menuju Sosrowijan. Ia berangkat dari pukul 04.00 WIB dan berjalan kaki sejauh 5 kilometer sampai Sosrowijan.
Hingga saat ini, letak lapak gudeg Mbah Lindu tak pernah berubah, yakni di pos ronda depan Hotel Grage Ramayana, Sosrowijan, sekitar 300 meter saja dari kawasan Jalan Malioboro. Gudeg Mbah Lindu buka dari pukul 5 pagi hingga 10 pagi. Namun, seringkali sebelum jam 10 pagi gudegnya sudah laris terjual. Kalau pun belum, lauk gudegnya pasti banyak yang sudah habis.
Mbah Lindu jarang sekali absen berjualan gudeg selama 87 tahun tersebut. Bahkan ada warga yang bilang jika tak pernah sekalipun melihat Mbah Lindu tak berjualan di lapaknya. Mbah Lindu selalu terlihat berjualan dengan anaknya yang bernama Ratiyah. Baru sejak sekitar 2 hingga 3 tahun ke belakang ini Mbah Lindu sudah tak ikut berjualan karena sudah sepuh.
Tak pernah mengganti resep
Saat diwawancara di acara Maestro Indonesia di kanal RTV, Mbah Lindu mengaku bahwa ia mempelajari resep gudeg dari mendiang ibunya. Hingga kini, ia pun masih mempertahankan dan tak pernah mengganti resep asli tersebut untuk gudeg yang ia jajakan sehari-hari. Ia juga sudah menurunkan resep gudeg legendarisnya ke anaknya Ratiyah, yang selalu membantunya berjualan.
Dalam wawancara itu pun, Mbah Lindu menceritakan seluk beluk perjuangannya sebagai penjual gudeg jalanan. Setelah berjualan pada pagi harinya, setiap harinya Mbah Lindu dan Ratiyah memasak gudeg dari siang hingga malam. Mereka masih memakai peralatan tradisional untuk memasak gudegnya, termasuk kompor yang masih menggunakan kayu bakar.
Gudeg Mbah Lindu pun didiamkan semalaman agar semua bumbu dan rempahnya meresap, sehingga gudegnya terasa lebih legit, gurih, dan kaya akan rempah. Itu sebabnya, gudeg Mbah Lindu sangat enak dan laris oleh para pemburu sarapan dari seluruh Kota Yogyakarta maupun turis yang sedang berlibur di Kota Pelajar tersebut.
Maestro kuliner Tanah Air, William Wongso, juga mengungkapkan kekagumannya terhadap penjual gudeg legendaris ini. “Sebenarnya sosok seperti Mbah Lindu itu enggak ada di dunia ini yang bisa bertahan, yang konsisten dan persistent menjual satu jenis makanan di tempat yang sama selama sekian lamanya,” ujarnya.
Hanya bisa memasak gudeg saja
Terkenal dengan olahan gudegnya yang menggugah selera, ternyata Mbah Lindu mengaku hanya bisa memasak sajian gudeg saja. “Bisanya cuma gudeg saja, lain-lain enggak bisa,” tutur Mbah Lindu dengan polos dan lugunya, masih dalam wawancara acara Maestro Indonesia.
Itu juga yang menjadi alasan mengapa Mbah Lindu memilih untuk berjualan gudeg yang merupakan makanan khas Yogyakarta. Padahal, sudah sejak lama Mbah Lindu punya hobi memasak. Namun, karena hampir seluruh hidupnya membuat gudeg, ia pun jadi tak percaya diri memasak sajian masakan lainnya apalagi jika harus menjualnya.
Berjualan hingga usianya 97 tahun
Mbah Lindu aktif berjualan gudeg, bahkan saat menginjak usia senja. Saat suaminya meninggal pada tahun 1970 pun, Mbah Lindu terus berusaha menguatkan diri dan terus bekerja keras untuk berjualan. “Senangnya berjualan itu kalau bisa buat belanja, anak cucu bisa senang sudah senang. Yang penting anak cucu tidak menangis karena lapar,” tuturnya sambil tertawa.
Entah kenapa, Mbah Lindu tak pernah tertarik dan ingin mengubah lapak gudegnya menjadi warung atau restoran yang lebih besar. Namun, lokasi dagangnya yang strategis nampaknya menjadi alasannya. Selain itu, nama besar gudeg Mbah Lindu yang sudah dikenal sejak lama berada di lokasi yang sama dalam waktu yang lama tak akan mampu digantikan oleh kenangan sebagus apapun.
Menjelang tutup usia, Mbah Lindu masih sering membantu menyiapkan dan memasak gudeg. Hal ini disampaikan oleh anggota keluarganya, Mudiati. “Masih sering membantu merebus telur, lombok (cabai).”
Mudiati juga menjelaskan Mbah Lindu sempat jatuh di saat sedang membantu memasak gudeg dan hendak ke dapur. “Duduk terus mau ke dapur, jatuh. Saat itu saya yang di rumah terus dipanggil, terus dibawa ke (rumah sakit) Panti Rapih,” jelasnya.
Mbah Lindu dirawat selama 2 hari di Rumah Sakit Panti Rapih. Selama di rumah sakit, Mbah Lindu hanya istirahat dan tidak mengeluhkan pusing atau sakit. Mudiati juga menjelaskan Mbah Lindu meninggal karena memang sudah tua.
Meskipun begitu, Mbah Lindu sudah terhitung berjualan gudeg hingga usianya menginjak 97 tahun. Selepas itu pun ia masih sering membantu dengan apapun yang ia bisa.
Kerap masuk di berbagai media
Selain di acara Maestro Indonesia di RTV, gudeg Mbah Lindu juga kerap masuk berbagai acara di televisi. Gudeg Mbah Lindu selalu mampir di program yang bertema kuliner di Kota Yogyakarta. Bahkan sosok Mbah Lindu juga masuk dalam serial dokumenter tentang kuliner di media streaming internasional Netflix, yang berjudul Street Food Asia.
Tak hanya itu, gudeg Mbah Lindu juga seakan tak pernah kehilangan daya tariknya. Kelezatannya sudah sering mampir dan diulas oleh berbagai media cetak maupun online. Gudeg Mbah Lindu sudah diakui oleh lidah ribuan, bahkan ratusan ribu orang yang sudah menikmati rasanya dari 87 tahun yang lalu.
Sebagai seorang pencinta kuliner, Bob merasakan duka cita yang mendalam atas berpulangnya Mbah Lindu, seorang legenda kuliner Indonesia. Selamat jalan Mbah Lindu, terima kasih telah memperkaya cita rasa dunia kuliner Yogyakarta, Indonesia, bahkan Asia.