Kita semua pasti punya cita-cita yang diinginkan. Waktu kecil, kita sering ditanya ingin jadi apa di masa depan. Ada yang mau jadi dokter, guru, arsitek, atau bahkan astronot. Ya, semua orang punya keinginannya masing-masing. Menjalani pekerjaan yang cocok dengan apa yang diidamkan memang menyenangkan. Apalagi, kalau kamu juga memang punya passion di bidang yang bersangkutan.
Setelah mendapatkan pekerjaan, tentunya kita harus menjalaninya dengan tanggung jawab. Sebagian dari kita mungkin mulai terobsesi dengan pekerjaan. Setiap hari, bawaannya harus bekerja keras dan lebih keras. Waktu yang ada memang nggak boleh terbuang sia-sia. Namun, beberapa orang bahkan nggak mau meluangkan waktu yang seharusnya untuk istirahat untuk rehat.
Baca Juga: 5 Rekomendasi Serial Sitcom Netflix untuk Menemanimu Istirahat Setelah Kerja
Beberapa dari kita mungkin mengalami fenomena ini. Kalau kita nggak kerja, rasanya ada yang kurang dalam hidup. Kalau kita menggunakan waktu buat santai sejenak, rasanya seperti kita membuang-buang waktu. Kita merasa belum sukses kalau kita nggak terus bekerja keras. Padahal, tubuh dan pikiran kita juga perlu beristirahat dengan baik. Kalau kamu relate dengan apa yang Bob ceritakan, mungkin mengalami hustle culture.
Apa Itu Hustle Culture?
Fenomena “gila kerja” dikenal juga dengan sebutan hustle culture. Pandangan seperti “kalau belum tipes, belum kerja keras” ini jadi salah satu manifestasi dari fenomena berbahaya ini. Menurut sebuah artikel dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. fenomena ini pertama kali muncul di tahun 1971. Ironisnya, fenomena ini menyebar dengan cepat dan terjadi, terutama di kalangan milenial.
Seseorang yang merasakan fenomena ini merasa bahwa kesuksesan hanya bisa diraih kalau ia terus bekerja keras. Ia juga bisa menganggap bahwa hal yang paling penting dalam hidup adalah meraih tujuan karier dengan kerja nonstop. Kerja keras dan rajin memang dibutuhkan, tapi kalau kadarnya berlebihan, justru bisa jadi bumerang. Waktu yang disisihkan untuk istirahat sangat sedikit.
Ironisnya lagi, hustle culture sering kali diromantisasi dan dinormalisasi. Menurut survei dari The Finery Report, 96,5% responden mengaku pernah melihat konten yang mempromosikan budaya hustle di platform media sosial. Selain itu, 65,5% responden mengaku bahwa romantisasi hustle culture mendorong mereka untuk terlihat sibuk. Belum “hidup” kalau belum hustle. Padahal, dampak hustle culture sangat berbahaya buat kita.
Tanda-Tanda Hustle Culture
Sebelum Bob jelaskan dampak hustle culture yang berbahaya, kamu harus tahu dulu beberapa tandanya. Selama ini, kamu mungkin merasa “biasa” atau “nrimo” dengan pola kerjamu. Namun, siapa tahu ternyata kamu menunjukkan tanda-tanda terjebak dalam budaya gila kerja yang tidak sehat. Dengan mendeteksi tanda-tanda budaya hustle sejak awal, kamu bisa mencegah dampak yang nggak diinginkan.
Sering Merasa Bersalah Jika Beristirahat
Setelah lelah bekerja, kita perlu beristirahat untuk mengisi energi dan menyegarkan tubuh. Istirahat nggak hanya sebatas tidur saja, lho! Kamu juga bisa berlibur atau melakukan aktivitas lain yang menghibur. Ya, intinya sih mengistirahatkan tubuh dan juga pikiran dari pekerjaan sehari-hari.
Namun, dilansir dari Blog Panggilin, korban hustle culture justru akan merasa bersalah kalau beristirahat. Rasa bersalah ini timbul karena keinginan untuk terus bekerja. Padahal, dampak hustle culture yang kamu rasakan justru bisa berimbas pada kualitas pekerjaan dan produktivitas.
Baca Juga: Empat Hari Kerja Bikin Produktivitas Meningkat? Ini Alasannya
Kamu Terus Memikirkan Pekerjaan
Kamu sedang nongkrong bareng teman, tapi pikiranmu masih tersangkut di e-mail dan berkas-berkas kerjaan. Rasanya seperti dikejar-kejar atau dihantui. Kamu juga mungkin kepikiran dengan workload yang akan kamu dapatkan besok. Hmm… Ini bisa jadi salah satu tanda hustle culture yang menjebakmu.
Dihantui pekerjaan sama nggak enaknya dengan dihantui bayang-bayang mantan. Dilansir dari Medium, dampak hustle culture membuat kamu memegang erat prinsip “Don’t stop when you’re tired. Stop when you’re done.” Padahal, badan dan pikiran kamu juga perlu rehat sejenak. Nggak enak loh dihantui begitu.
Realitamu Tidak Sama dengan Impianmu
Kamu mungkin berpikir bahwa dengan bekerja keras, kamu bisa meraih semua mimpimu. Ya, memang benar untuk meraih mimpi, kita harus berusaha. Namun, gila kerja is a totally different story. Meraih kehidupan yang diimpikan mungkin merupakan justifikasi atas budaya hustle yang kamu biarkan.
Dilansir dari Slice, salah satu tanda hustle culture adalah realita yang tidak sepadan dengan impian atau hasil. Coba deh pikirkan lagi. Apakah gila kerja kamu sudah memberikan hasil yang sepadan? Apakah gaji atau kondisi pekerjaanmu membaik? Atau kamu justru sadar bahwa kamu bisa “dimanfaatkan” karena gila kerjamu? Hmm…
Baca Juga: 7 Alasan Mengapa Kesehatan Mental Penting Saat Pandemi dan Harus Menjadi Prioritasmu!
Pekerjaan Tidak Lagi Terasa Menyenangkan
Punya pekerjaan yang diimpikan tentunya mengasyikkan, terutama di perusahaan yang kamu dambakan. Ada kebanggaan saat kita cerita tentang karier yang kita inginkan. Apalagi, pekerjaan yang kamu jalani cocok banget dengan kemampuan dan passion-mu. Eh, lama-lama kamu malah nggak enjoy dengan pekerjaanmu.
Kamu harus waspada. Pasalnya, dilansir dari Blog Panggilin, salah satu tanda hustle culture adalah hilangnya minat terhadap pekerjaan. Bayangkan deh pekerjaan yang kamu dulu banggakan, sekarang malah jadi beban pikiran. Hmm.. Dampak hustle culture yang dirasakan akan sangat serius kalau dibiarkan.
Dampak Hustle Culture
Setelah tahu tanda-tandanya, kamu juga harus tahu dampak hustle culture. Secara general, budaya ini bisa memberikan dampak negatif bagi fisik dan mental. Nggak hanya itu, hustle culture juga bisa berimbas serius pada karier yang kamu punya sekarang. Ingin sukses, tapi malah jatuh? Big no deh!
Secara fisik, hustle culture bisa bikin kamu drop. Dilansir dari Race to Acure, mereka yang bekerja lebih dari 50 jam seminggu memiliki risiko penyakit kardiovaskular yang lebih tinggi. Selain itu, terdapat pula risiko penyakit serebrovaskular yang meningkat. Tekanan darah dan detak jantung pun menjadi lebih tinggi akibat stres dan kerja berlebih.
Baca Juga: Alami Stres Berat? Lakukan Tips Menurunkan Stres dari Bob Berikut Ini
Dampak hustle culture juga menaikkan risiko burnout secara signifikan. Dilansir dari Headversity, tanpa istirahat yang cukup, “korban” hustle culture akan mengalami kenaikan produksi hormon kortisol. Agar kadar kortisol normal, seseorang harus beristirahat. Tanpa istirahat, burnout pun bisa terjadi.
Dari aspek kejiwaan, seperti yang bisa kita tebak, hustle culture menaikkan risiko masalah kesehatan mental. Menurut Race to Acure, budaya ini dapat memicu gejala-gejala depresi, memperburuk kondisi kejiwaan seseorang, hingga memicu kecemasan. Yang lebih mengerikan lagi, hustle culture juga bisa memunculkan suicidal thoughts. Kalau sudah begini, kamu harus segera menemui terapis atau konselor.
Hustle Culture dan Produktivitas Toksik
Mungkin masih ada yang berpikir bahwa grinding atau gila kerja bisa membuat karier melejit. Sayangnya, seperti yang Bob sebutkan, budaya hustle ini hanya akan jadi bumerang buat kamu. Beragam dampak hustle culture yang dirasakan. Kamu juga perlu membedakan gila kerja dan rajin. Menurut GHP-News, sikap rajin memiliki efek positif terhadap self-esteem. Sementara itu, gila kerja pada akhirnya berdampak negatif ke berbagai aspek kehidupan.
Budaya hustle juga memunculkan fenomena produktivitas toksik. Menurut The Concordian, produktivitas ini hanya akan membuat kamu merasa bersalah karena kamu selalu merasa kurang. Mungkin kurang banyak workload yang diambil atau kurang banyak jam kerja. Saat tubuh dan pikiran dipaksakan bekerja, kualitas pekerjaanmu yang akan kena imbasnya. Kamu pun bisa kena teguran dari atasan.
Baca Juga: Kerja dan Ngopi Makin Asyik di 7 Kafe Hits Terbaru di Bandung 2021
Yuk Rehat Sejenak dan Cegah Dampak Hustle Culture!
Kamu juga nggak perlu keluarkan kocek besar untuk menyegarkan tubuh dan pikiran. Di Bobobox, kamu bisa istirahat dan bersantai di pod yang luas. Setiap pod juga dilengkapi Bluetooth speaker dan adjustable lighting. Koneksi internet yang tersedia juga reliable untuk streaming film atau series kesukaanmu. Fasilitas-fasilitas umum di Bobobox juga bisa menunjang kebutuhanmu.
Jadikan liburanmu di Bobobox momen berkualitas untuk memanjakan diri kamu! Apalagi, ada aplikasi Bobobox yang akan memudahkan kamu selama berkunjung. Nggak hanya canggih, aplikasi ini juga bisa kamu pakai untuk melakukan reservasi. Metode pembayaran yang variatif akan memudahkan transaksimu. Ada juga banyak promo menarik yang nggak boleh terlewatkan. Ayo download sekarang!