tradisi pasola - permainan ketangkasan saling melempar lembing

Mengenal Lebih Dekat Tradisi Pasola, Atraksi di Atas Kuda Khas Masyarakat Sumba

Selain terkenal dengan keindahan alamnya yang memukau, Sumba juga memiliki beragam budaya menarik yang masih dipertahankan oleh masyarakatnya.

Salah satu yang menjadi daya tarik baik bagi wisatawan domestik maupun macanegara adalah tradisi Pasola. Jika nama ini masih asing di telingamu, yuk kenali lebih dekat tradisi ini bersama Bob!

Mengenal Tradisi Pasola

Mengenal Tradisi Pasola Khas Masyarakat Sumba Barat

Photo: @druyadi via Instagram

Pasola merupakan sebuah tradisi yang masih dilakukan oleh masyarakat Sumba, terutama di Kabupaten Sumba Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Pasola atau dalam bahasa Sumba dikenal dengan pahola berasal dari kata “sola” atau “hola” dan “pa”.

“Pa” berarti permainan, sementara “sola” atau “hola” memiliki arti tongkat lembing kayu. Dengan kata lain, secara harfiah, Pasola berarti permainan lembing kayu.

Meski disebut permainan, tradisi khas masyarakat Sumba Barat ini bukanlah sekadar ajang untuk bersenang-senang. Tradisi ini memiliki makna mendalam, yaitu permohonan restu kepada Sang Dewa.

Dalam kepercayaan Marapu, tradisi ini diyakini dapat menjaga keharmonisan antara arwah para leluhur dengan manusia. Selain itu, tradisi ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atas kemakmuran dan hasil panen yang melimpah.

Dalam pelaksanaannya, tradisi Pasola mempertontonkan aksi dua kelompok yang masing-masing terdiri dari 100 laki-laki.

Kedua kelompok berdiri di sebuah padang rumput yang dipenuhi warga sekaligus wisatawan yang menonton.

Mereka akan saling berhadapan sambil menunggangi kuda pacu, lalu saling mengejar dan melemparkan lembing kayu tumpul ke arah lawan.

Baca Juga: Cocok Untuk Liburan, Inilah 10 Tempat Wisata Sumba yang Menarik

Sejarah Tradisi Pasola

Sejarah Pasola - salah satu tradisi turun temurun masyakarat sumba

Photo: @naibutiherman via Instagram

Sudah ada sejak ratusan tahun lalu, tradisi pasola kerap dikaitkan dengan legenda cinta segitiga di masa lalu.

Kala itu, hiduplah tiga bersaudara dari kampung Weiwuang: Ngongo Tau Matutu, Yagi Waikareri, dan Ubu Dulla. Ketiganya memutuskan untuk berlayar ke Negeri Muhu Karera untuk mencari ikan demi menghidupi istri mereka.

Namun, ketiganya tak kunjung kembali setelah sekian hari berlalu sehingga para istri dan warga setempat pun merasa khawatir.

Rabu Kabba, istri Ubu Dulla, bahkan kerap pergi ke tepi pantai dengan harapan sang suami sudah kembali. Hingga akhirnya, ia mendapati sebuah perahu yang hendak menepi di pantai.

Sayangnya, perahu tersebut bukan milik Ubu Dulla, melainkan seorang pemuda bernama Teda Gaiparona asal Kodi.

Pertemuan keduanya menumbuhkan kedekatan hingga akhirnya keduanya saling jatuh cinta. Namun, cinta keduanya terhalang oleh adat setempat sehingga mereka pun memutuskan untuk kawin lari.

Tanpa diketahui Rabu Kabba, ketiga bersaudara akhirnya kembali ke Weiwuang tak lama setelah kepergiannya.

Bobocabin Bobobox

Ubu Dulla yang mengetahui kepergian sang istri merasa tak terima. Ia berusaha menemukan keberadaan Rabu Kabba dan Teda Gaiparona, tentu dengan dukungan para warga.

Saat Ubu Dulla berhasil menemukan Rabu Kabba, sang istri menolak untuk kembali ke pelukan suaminya. Meski begitu, Ubu Dulla merelakan istrinya untuk tetap bersama dengan Teda Gaiparona.

Walau begitu, Teda Gaiparona harus memenuhi syarat dari Ubu Dulla, yaitu menikahi Rabu Kabba secara resmi dan memberinya mas kawin seperti yang didapatkan Rabu Kabba di pernikahan pertamanya.

Selain menyutujui permintaan tersebut, Teda Gaiparona juga memberikan sebungkus nyale (cacing laut warna-warni) hidup kepada Ubu Dulla. Ini adalah bentuk penghormatan atas kebesaran jiwa Ubu Dulla sekaligus simbol kemakmuran untuk dibawa pulang ke Weiwuang.

Keduanya juga sepakat untuk menyelenggarakan tradisi Pasola untuk melupakan kesedihan karena kehilangan Rabu Kabba, sekaligus mengenang besarnya hati Ubu Dalla yang merelakan istrinya untuk laki-laki lain. Pasalnya, ketidakrelaan Ubu Dulla bisa saja menyebabkan pertempuran dan pertumpahan darah.

Baca Juga: Daya Pikat Tenun Ikat Sumba, Butuh 42 Langkah untuk Membuatnya

Fakta Unik Pasola

Berikut ini beberapa fakta unik dari tradisi pasola.

1. Hanya bagi Masyarakat Penganut Marapu

Tradisi Pasola erat kaitannya dengan Marapu, yaitu kepercayaan tradisional yang dianut oleh masyarakat Sumba

Dalam kepercayaan tersebut, masyarakat memuja para dewa sebagai jelmaan roh para leluhur. Kepercayaan ini pun menjadi pengaruh utama dalam kehidupan masyarakatnya, termasuk dalam hal budaya dan tradisi.

Oleh karena itu, tradisi Pasola pun hanya dilakukan oleh masyarakat pengarut Marapu. Sebab, dalam pelaksanaannya, ritual harus dipimpin oleh tetua adat atau Rato yang tentunya menganut kepercayaan tersebut.

2. Didahului Ritual Lain

Sebelum melaksanakan tradisi Pasola, penyelenggara biasanya terlebih dahulu melakukan serangkaian ritual yang saling berhubungan, yaitu:

  • Purung Laru Loda: Dimulainya Wulla Biha atau bulan pamali yang mengharuskan masyarakat mematuhi sejumlah larangan.
  •  Penentuan waktu pasola yang biasanya bertepatan dengan munculnya purnama raya.
  • Pati Rahi: Empat hari menjelang puncak perayaan yang biasanya diisi ritual-ritual penting, termasuk kunjungan para rato untuk melihat persiapan menjelang hari Pasola.
  • Pakujil/pajurra: Permainan tinju tradisional yang dilakukan dua hari sebelum Pasola (mulai pukul 00.00–04.00) di tepi pantai oleh anak-anak muda.
  • Palaingu Jara/melarikan kuda: Ajang menghias kuda dan melarikannya sebagai bentuk pemanasan.
  • Kajalla: Ritual pertanggungjawaban dalam bentuk tanya jawab oleh seluruh penyelenggara pasola. Ini dibarengi dengan penyembelihan ayam untuk meramalkan peristiwa yang akan terjadi saat Pasola berlangsung.
  • Penguman: Seruan oleh Rato pada pukul 03.00 sebagai pertanda dimulainya Pasola.
  • Madidi Nyale: Para warga dan pengunjung akan turun ke pantai sesaat sebelum fajar untuk beruburu nyale.
  • Pasola pantai: Berlangsung pukul 06.00–08.30.
  • Pasola utama: Berlangsung pukul 09.00–17.00.

3. Ada Korban

Ada Korban

Photo: @gathoe18 via Instagram

Meski menggunakan lembing tumpul, kemungkinan terjadinya pertumpahan darah tetap ada. 

Menurut kepercayaan Marapu, percikan darah dalam perang adat Pasola mengandung kekuatan magis yang mampu menyuburkan tanah dan menyukseskan panen.

Bagi korban yang terluka, biasanya sudah tersedia obat berupa air dari tempayan yang sudah disakralkan oleh Rato. Korban pun akan sembuh dalam 2–3 hari ke depan.

Menurut sejarahnya, dulu tradisi Pasola kerap menimbulkan banyak korban tewas. Namun, berpuluh-puluh tahun belakangan, sudah tidak ada lagi Pasola yang berujung maut.

Walau begitu, masih ada peserta yang mengalami cedera parah setelah bermain Pasola.

Baca Juga: Jenis-Jenis Transportasi untuk Menjelajahi Sumba

Kapan Upacara Pasola Dilaksanakan?

Kapan Pasola Dilakukan

Photo: @sumba_tourism via Instagram

Tradisi Pasola diselenggarakan sekali dalam setahun pada permulaan musim tanam, biasanya di bulan Februari hingga Maret. Pelaksanaannya bergilir dari Februari ke Maret di beberapa kecamatan di Sumba Barat.

Tanggal pastinya akan ditentukan oleh para Rato berdasarkan perhitungan bulan gelap dan terang, serta dengan melihat tanda-tanda alam.

Jika terjadi kesalahan dalam penentuan waktu Pasola, maka nyale yang menjadi indikator hasil panen tidak akan muncul. Hal ini pun diyakini sebagai kesialan dalam bercocok tanam di tahun tersebut.

Baca Juga: Jenis-Jenis Transportasi untuk Menjelajahi Sumba

Bagaimana Proses Upacara Pasola Dilakukan

 

Bagaimana Proses Upacara Pasola Dilakukan

Photo: @sumba_tourism via Instagram

Salah satu tradisi turun temurun masyakarat sumba ini umumnya dilakukan di bentangan padang rumput luas di sekitar kampung yang menjadi penyelenggara tradisi tersebut.

Pada praktiknya, Pasola mempertemukan dua kelompok berkuda yang akan saling melempar lembing kayu kepada lawan. Sambil melempar lembing, mereka harus menunggangi kuda dengan kencang.

Meski begitu, lemparan lembing bisa saja mengenai tubuh lawan yang rawan, seperti area mata dan wajah. Jika itu terjadi, para peserta tidak boleh menyimpan dendam setelah tradisi usai digelar.

Kuda-kuda yang mereka tunggangi biasanya merupakan kuda jantan. Kuda betina juga bisa digunakan asalkan kuda tersebut tidak bisa memiliki anak.

Kuda-kuda ini adalah jenis sandel atau sandalwood, yaitu kuda pacu asli Indonesia yang dikembangbiakkan di Sumba. Posturnya lebih rendah daripada kuda ras Australia dan Amerika.

Konon, kuda sandalwood ini adalah hasil persilangan antara kuda Arab dan kuda poni lokal. Selain sebagai kuda pacuan, sandel juga biasa digunakan sebagai kuda tarik dan tunggang. 

Nama sandalwood sendiri berasal dari pohon cendana yang dulu banyak berkembang di Pulau Sumba dan menjadi komoditi utama pulau tersebut.

Di Mana Tempat Terbaik untuk Menyaksikan Pasola?

Di Mana Tempat Terbaik untuk Menyaksikan Pasola

Photo: @sumba_tourism via Instagram

Tradisi Pasola umumnya berlangsung di empat kecamatan di Kabupaten Sumba Barat: Kodi, Lamboya, Wonokaka, dan Laboya Barat. Pelakasanaannya tidak dilakukan serempak alias bergiliran antara Februari hingga Maret per tahunnya.

Kecamatan Kodi memiliki sejumlah kampung adat yang menyelenggarakan tradisi Pasola, seperti Kampung Adat Tosi dan Bukubani. Pemerintah setempat kerap menggelar Festival Pasola untuk menarik minat wisatawan.

Sama halnya seperti Kodi, Lamboya juga menjadi langganan Festival Pasola oleh pemerintah. Festival ini biasanya berlangsung di Lapangan Pasola Lamboya yang berlokasi di Desa Patiala Bawa.

Penyelenggaraan tradisi Pasola di Kecamatan Wanokaka biasanya yang paling lengkap daripada daerah lain, terutama dalam hal rangkaian ritual sebelum puncak Pasola.

Sementara itu, tradisi Pasola di Laboya Barat biasanya berlangsung di Desa Gaura. Uniknya, sehari sebelum Pasola puncak, kerap diadakan Pasola Cilik, yaitu Pasola untuk anak-anak 7–15 tahun yang sudah mahir berkuda dan melempar lembing.

Tubuh Lelah Setelah Berwisata? Recharge Energimu di Bobocabin!

bobobox dulu

Sebagai salah satu destinasi wisata terbaik dunia, Sumba menyediakan berbagai macam penginapan agar kamu bisa recharge energi setelah seharian berwisata.

Berlokasi di atas tebing, Bobocabin Umarato Sumba menawarkan pemandangan laut memukau yang bisa kamu saksikan langsung dari dalam kabin.

Berpadu dengan suara ombak yang beralun lembut, angin laut yang menyegarkan, dan cakrawala yang seolah tak berujung, pengalaman menginapmu tak akan terlupakan.

Yuk, unduh aplikasi Bobobox untuk reservasi dan informasi lebih lanjut!

Header photo: @mycitytv.co.id via Instagram

Bobobox

Bobobox

Sejak tahun 2018, Bobobox hadir menawarkan pengalaman yang berbeda bagi para traveler untuk menikmati perjalanan yang sempurna. Bobobox menghubungkan traveler, dari pod ke kota.

All Posts

Bobobox

Rasakan sensasi menginap di hotel kapsul Bobobox! Selain nyaman, hotel kapsul ini mengedepankan teknologi dan keamanan. Bobobox bisa menjadi salah satu cara terbaik untuk menikmati perjalanan dan beristirahat, dan cocok untuk perjalanan liburan atau bisnis.

Top Articles

Categories

Follow Us

Latest Articles