Selain terkenal dengan julukan Kota Kembang, Bandung juga identik dengan peristiwa Bandung Lautan Api.
Kendati kerap kali muncul dalam berbagai buku sejarah Indonesia, pertanyaan “kenapa disebut Bandung Lautan Api” masih sering muncul di benak banyak orang.
Jika kamu salah satunya dan masih penasaran dengan peristiwa bersejarah Bandung ini, yuk simak penjelasannya di bawah ini!
Sejarah Bandung Lautan Api
Menggemanya Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 tidak serta merta membuat Indonesia bebas. Kedatangan Sekutu yang diboncengi NICA (Belanda) untuk membantu mengembalikan tentara Jepang ke negaranya justru dimanfaatkan oleh tentara sekutu untuk kembali menguasai Indonesia. Tindakan ini mengakibatkan pergolakan di berbagai daerah di Indonesia, termasuk kota Bandung.
Bandung Lautan Api sendiri terjadi pada 23 Maret 1946. Ini menjadi bukti perlawanan rakyat Bandung dalam mempertahankan kemerdekaan saat kondisi pascakemerdekaan masih belum stabil. Peristiwa ini diawali dengan kedatangan pasukan Inggris di bawah pimpinan Brigadir MacDonald pada 12 Oktober 1945. Pasukan ini ingin menduduki dan menguasai pusat penting di Bandung. Sebagai bentuk perlawanan, rakyat Bandung meninggalkan kota Bandung sebagai markas strategis militer dan melakukan perobekan bendera warna biru Belanda hingga menyisakan merah dan putih saja di Gedung Denis. Akibat beberpa perlawanan ini, tentara sekutu memberi dua ultimatum kepada rakyat Bandung akibat perlawanan yang mereka lakukan.
Ultimatum Pertama
Akibat perlawanan dari rakyat Bandung, pada 21 November 1945, Brigadir MacDonald pun menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat kala itu, Mohammad Djamin.
Ultimatum tersebut berisi perintah untuk menyerahkan semua senjata api hasil rampasan dari tentara Jepang, serta agar warga Bandung mengosongkan kawasan Bandung utara dan pindah ke selatan paling lambat 29 November 1945.
Karena tidak digubris, kondisi pun terus memanas sehingga bentrokan senjata antara pihak Inggris dan tentara Indonesia tidak terhindarkan.
Ultimatum Kedua
Pada 23 Maret 1946, Inggris kembali mengeluarkan ultimatum yang disampaikan kepada Perdana Menteri Syahrir.
Ultimatum kali ini berisi perintah kepada masyarakat dan pasukan Indonesia untuk meninggalkan Bandung selatan sejauh 10–11 km dari pusat kota selambat-lambatnya pukul 24.00, 24 Maret 1946.
Tentara Rakyat Indonesia (TRI) di bawah pimpian Kolonel A. H. Nasution memutuskan untuk menghadapi Sekutu dengan menggunakan strategi perang gerliya dan taktik bumi hangus.
Maka dari itu, pada 24 Maret 1946 pukul 24.00, warga sepakat untuk membumihanguskan dan mengosongkan Bandung.
Bersama dengan TKR, mereka membakar kota Bandung, termasuk rumah, asrama tentara, hingga bangunan pentingnya.
Baca Juga: Kebanggaan Indonesia! Simak Sejarah Satelit Palapa Berikut Ini!
Tokoh Penting dalam Peristiwa Bandung Lautan Api
1. Kolonel A. H. Nasution
Kolonel Abdul Haris Nasution kala itu menjabat sebagai Komandan Divisi II Tentara Republik Indonesia (TRI).
Ia berperan menyampaikan hasil musyawarah dari Majelis Persatuan Perjuangan Priangan dan pejuang lainnya.
Ia juga merupakan tokoh yang memutuskan dan memberikan instruksi kepada warga Bandung untuk mengungsi ke selatan bersama tentara sementara Bandung dibumihanguskan.
2. Sutan Sjahrir
Sutan Sjahrir kala itu merupakan Perdana Menteri Indonesia.
Saat ultimatum kedua keluar, ia meminta Kolonel A.H. Nasution untuk memenuhi ultimatum tersebut mengingat TRI dianggap belum mampu menandingi kekuatan pasukan Sekutu.
Pada akhirnya, mereka mengambil jalan tengah untuk meninggalkan Bandung yang dibarengi dengan pembumihangusan.
3. Mohammad Toha
Selanjutnya ada Mohammad Toha, seorang pejuang sekaligus komandan Barisan Rakyat Indonesia.
Mohammad Toha memberikan masukan untuk meledakkan gudang senjata milik Sekutu yang disebut-sebut berisi 18.000 ton bahan peledak dan ribuan persenjataan lainnya.
Karena ditolak, ia pun melakukannya secara diam-diam bersama dengan beberapa rekan seperjuangannya. Salah satunya adalah Mohammad Ramdan. Sayangnya, ia tewas bersamaan dengan peledakan gudang tersebut.
4. Atje Bastaman
Tokoh Bandung Lautan Api berikutnya adalah Atje Bastaman, seorang wartawan muda yang menyaksikan pemandangan pembakaran Bandung dari sebuah bukit.
Dari bukit tersebut, Atje melihat Bandung yang memerah dan hangus terbakar dari Cicadas hingga Cimindi.
Ia pun menuliskannya dalam berita harian Suara Merdeka edisi 26 Maret 1946.
Mulanya, Atje menggunakan judul “Bandoeng Djadi Laoetan Api”. Namun, karena kurangnya ruang, judul dipersingkat menjadi “Bandoeng Laoetan Api”. Dari sanalah istilah Bandung Lautan Api menjadi terkenal.
5. Mayor Rukana
Mayor Rukana adalah Komandan Polisi Militer Bandung yang menjadi sosok di balik tercetusnya pembakaran kota Bandung.
Saat menghadiri musyawarah bersama Kolonel A. H. Nasution dan para pejuang lainnya, ia menyampaikan pendapat untuk meledakkan terowongan Sungai Citarum di Rajamandala. Dengan begitu, sungainya akan meluap dan membanjiri Bandung.
Namun, alih-alih mengatakan Bandung menjadi lautan air, dengan emosi yang meluap-luap, ia salah ucap dan justru menyebutkan lautan api.
6. Ismail Marzuki
Ismail Marzuki memang tidak terlibat langsung dalam keputusan pembakaran Bandung.
Namun, peristiwa itu menjadi inspirasinya menciptakan lagu berjudul “Halo-Halo Bandung” pada 1946 lalu.
Ismail Marzuki sendiri kala itu sempat mengungsi ke Bandung bersama istrinya untuk menghindari pendudukan Belanda dan Inggris.
Sayangnya, saat menetap di Bandung, justru timbul ultimatum agar para pejuang meninggalkan kota tersebut.
Karena peristiwa tersebut, ia dan keluarga harus kembali ke Jakarta dengan membawa kenangan selama tinggal di Bandung yang ia tuangkan dalam sebuah lagu.
Baca Juga: 7 Spot Wisata yang Wajib Kamu Kunjungi di Sekitar Jalan Asia Afrika, Bandung!
Jadi, Kenapa Disebut Bandung Lautan Api?
Dari penjelasan di atas, kamu tentu bisa menarik kesimpulan atas jawaban dari pertanyaan “kenapa disebut Bandung Lautan Api?”
Sadar bahwa mereka kalah jumlah dari segi pasukan dan persenjataan, TRI memutuskan untuk merancang taktik bumi hangus.
Dengan kata lain, TRI berniat membakar wilayah dan melakukan pengeboman di beberapa titik penting yang menjadi incaran kekuasaan pihak Sekutu.
Rencana ini mulanya akan dilakukan tengah malam atau pukul 24.00, 24 Maret 1946. Kolonel A. H. Nasution pun telah meminta rakyat Bandung untuk mengosongkan wilayah Bandung.
Mereka diungsikan melalui jalan raya besar, termasuk Regentsweg (sekarang Jalan Dewi Sartika), Jalan Raya Banjaran (sekarang Jalan Mohamad Toha), Jalan Kopo, dan Jalan Buahbatu.
Pembumihangusan akan ditandai dengan ledakan pertama di sudut selatan Alun-alun Bandung, tepatnya di Gedung Indische Restauran (sekarang gedung BRI).
Namun, sebelum tengah malam, rencana rupanya tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Dinamit yang terpasang di gedung tersebut meledak sekitar pukul 20.00.
Karena belum saatnya meledak, pasukan lain pun menjadi panik sebab mereka masih dalam tahap pemasangan dan persiapan pembakaran untuk pukul 24.00.
Meski begitu, rencana taktik bumi hangus tetap berlanjut.
Setelah masyarakat mengosongkan wilayah menuju daerah evakuasi di Bandung Selatan, TRI pun segera meledakkan dan membakar gedung-gedung serta rumah penduduk di sepanjang Jalan Dewi Sartika, Pungkur, Kebon Kalapa, Astana Anyar, dan lainnya.
Dalam waktu singkat, Bandung berkobar layaknya lautan api. A. H. Nasution dan Rukana yang naik ke atas menyaksikan sendiri pemandangan lautan api yang memanjang dari Cimahi hingga Ujungberung.
Kondisi ini dimanfaatkan oleh tentara Indonesia untuk menyerang Sekutu secara gerilya.
Sementara itu, sekitar 200.000 warga Bandung telah mengungsi ke wilayah pegunungan di selatan Bandung.
Untuk mengenang peristiwa ini, dibangunlah Monumen Bandung Lautan Api hasil rancangan seniman Sunaryo di Lapangan Tegalega.
Baca Juga: Mau Healing Murah Meriah? Kunjungi 7 Taman di Bandung Berikut Ini!
Lepas Lelah dengan Nyaman di Bobopod!
Punya rencana liburan ke Bandung, tapi sulit menemukan akomodasi dengan harga terjangkau sekaligus nyaman? Bobopod bisa menjadi solusinya.
Tersebar di sejumlah lokasi strategis di Bandung, Bobopod memang paling pas menjadi tempat persinggahan setelah puas berwisata.
Hotel kapsul satu ini memiliki interior pod yang cukup luas dengan kasur empuk yang pasti bikin kamu nyaman buat rebahan.
Harganya juga terjangkau. Kamu bahkan bisa mendapatkan kesempatan menginap dengan harga promo lewat aplikasi Bobobox!
Penulis artikel: Aidah Musyarofah
Foto utama oleh: bandung.go.id