Kamu mungkin sudah pernah mendengar tentang Tugu Muda Semarang, sebuah ikon yang melambangkan semangat juang para pemuda di masa kemerdekaan.
Tiang setinggi 53 meter ini juga merupakan tempat wisata sejarah yang biasa dikunjungi pada pagi atau sore hari.
Lantas, bagaimanakah sejarah Tugu Muda Semarang hingga menjadi sangat penting bagi masyarakat Semarang? Simak lebih lanjut bareng Bob!
Mengenal Sejarah Tugu Muda Semarang
Tugu Muda Semarang merupakan monumen bersejarah yang dibangun untuk mengenang pertempuran melawan penjajahan Jepang.
Tugu ini mulanya dibangun pada tahun 1945 di tengah alun-alun Kota Semarang dengan nama Monumen Dokter Kariadi. Namun, pembangunannya terhambat dan tugu ini bahkan dibongkar oleh Belanda.
Akibatnya, tugu pun harus dibangun kembali, tapi di lokasi yang berbeda. Lokasi barunya tidak jauh dari Lawang Sewu, tepatnya di Jalan Pandanaran. Kali ini, pemerintah menamainya Tugu Muda Semarang.
Pembangunan Tugu Muda berlangsung sejak 1951 lalu diresmikan Presiden Soekarno tanggal 20 Mei 1953.
Peristiwa Pertempuran Lima Hari
1. Tokoh yang Terlibat
Pertempuran Lima Hari yang berlangsung 15–19 Oktober 1945 ini melibatkan sejumlah tokoh Indonesia dan Jepang, seperti:
- dr. Kariadi: Kepala Laboratorium Pusat Rumah Sakit Rakyat (RS Purasara)
- drg. Soenarti: Istri dr. Kariadi
- Wongsonegoro: Gubernur Jawa Tengah yang sempat ditahan Jepang
- Dr. Sukaryo dan Sudanco Mirza Sidharta: Tokoh yang ditangkap Jepang bersama Wongsonegoro
- Kasman Singodimedjo dan Sunarto: Perwakilan Indonesia untuk perundingan gencatan senjata
- Mayor Kido: Pimpinan Kidobutai yang berpusat di Jatingaleh
- Jenderal Nakamura: Perwira tinggi yang ditangkap TKR di Magelang
- Letnan Kolonel Nomura: Perwakilan Jepang dalam perundingan
Baca Juga: 7 Tempat Wisata Wajib Masuk To-Do List Dekat Bobobox Kota Lama, Semarang
2. Pemicu Pertempuran
Meski proklamasi kemerdekaan telah dikumandangkan 17 Agustus 1945, Jepang rupanya belum bisa menerima kekalahan. Pertempuran Lima Hari di Semarang adalah salah satu bukti nyatanya.
Setelah kabar kemerdekaan tersiar, para pemuda sangat antusias untuk mengambil alih senjata di pos-pos tentara Jepang. Tentara Jepang sendiri masih banyak yang terjebak di Indonesia dan dipekerjakan di pabrik-pabrik atau sektor lainnya.
Dengan bantuan Tentara Keamanan Rakyat (TKR), para pejuang lebih leluasa dalam melucuti senjata Jepang di beberapa daerah di Jawa Tengah.
Kegiatan itu berjalan lancar tanpa kekerasan, tapi tidak dengan Semarang. Saat menyerahkan senjata kepada TKR, Kidobutai hanya memberikan sedikit senjata dengan kondisi yang sudah agak usang.
Penolakan dari tentara Jepang ini pun cukup memantik kemarahan para pemuda, yang akhirnya memicu pecahnya Pertempuran Lima Hari.
Pemicu lain pertempuran ini adalah pemberontakan dari sekitar 400 tawanan Jepang yang melarikan diri tanggal 14 Oktober 1945.
Suasana semakin memanas setelah beredar isu bahwa pasukan Kidobutai akan menyerang para pemuda Indonesia. Muncul juga kabar bahwa Jepang berupaya meracuni sumber air minum Reservoir Sinarda di Candi Lama.
Keadaan diperparah dengan ulah tentara Jepang yang melucuti delapan polisi Indonesia yang bertugas menjaga sumber air.
Dr. Kariadi bahkan tewas saat berupaya mengecek sumber air minum tersebut, meski sudah dilarang oleh drg. Soenarti. Sang dokter ditemukan tewas di Jalan Pandanaran Semarang karena ditembak tentara Jepang.
Baca Juga: Semarang Zoo, Salah Satu Destinasi Wisata Edukasi Terbaik di Semarang!
3. Kronologi Pertempuran
Pada 14 Oktober 1945, sekitar 400 tentara Jepang yang bekerja di Pabrik Gula Cepiring hendak dipindahkan ke Bulu. Namun, di tengah perjalanan, mereka melarikan diri dan bergabung dengan Kidobutai di Jatingaleh.
Akibatnya, sekitar 2.000 pasukan Kidobutai bersatu dengan para tawanan Jepang. Selain itu, Kidobutai juga didampingi oleh pasukan Jepang lainnya di bawah pimpinan Jenderal Nakamura.
Tanggal 15 Oktober, para pemuda Semarang dan TKR menyambut kedatangan 2.000 tentara Jepang tersebut ke Kota Semarang. Perang pun tidak terelakkan dan meletus di empat titik, yaitu Kintelan, Pandanaran, Jombang, dan Simpang Lima.
Kawasan Simpang Lima di depan Lawang Sewu inilah yang menjadi tempat berdirinya Tugu Muda. Dibandingkan titik-titik lainnya, pertempuran terbesar, terlama, dan memakan korban terbanyak terjadi di Tugu Muda.
Pada pukul 14.00, Mayor Kido memerintahkan anak buahnya untuk menyerang pasukan Indonesia. Sebagai balasan, pasukan Indonesia membakar gedung amunisi tentara Jepang.
Alhasil, Mayor Kido memerintahkan serangan balik sekitar pukul 15.00 dengan membagi pasukan menjadi dua kelompok. Masing-masing pasukan terdiri dari 383 dan 94 orang.
Dengan adanya serangan ini, TKR mengirim bala bantuan ke Kota Semarang hingga pertempuran pun terus berlanjut sampai hari berganti.
Sekitar pukul 16.30 pada 16 Oktober, pasukan Jepang berhasil mengambil alih penjara Bulu. Mereka pun semakin menggila dan terus melakukan penyerangan hingga tanggal 19 Oktober.
Masih di tanggal yang sama, pasukan Indonesia dan Jepang sempat melakukan gencatan senjata. Namun, hal ini tidak memadamkan situasi, apalagi dengan adanya sandera yang dibunuh.
Pertempuran baru bisa berhenti setelah adanya perundingan antara perwakilan TKR dengan pimpinan pasukan Jepang. Kasman dan Sartono mewakili pihak Indonesia sementara Jepang diwakili oleh Letkol Nomura. Perundingan ini juga dihadiri perwakilan Sekutu, yaitu Jenderal Bethel.
Setelah pertempuran usai, pihak Sekutu melucuti semua persenjataan Jepang pada 20 Oktober 1945. Hal ini pun menjadi penanda berakhirnya Pertempuran Lima Hari.
Pendirian Tugu Muda
1. Pembangunan hingga Peresmian
Tugu yang dibangun untuk mengenang kobaran semangat pejuang Pertempuran Lima Hari ini mulanya berada di tengah alun-alun Kota Semarang.
Peletakkan batu pertamanya dilakukan pada 28 Oktober 1945 oleh Gubernur Jawa Tengah kedua, Wongsonegoro.
Namun, pembangunannya terhambat oleh meletusnya perang pada November 1945. Tugu ini juga tidak bertahan lama karena dibongkar tentara Belanda yang tergabung dalam NICA dan RAPWI.
Wacana pembangunan ulang tugu kemudian muncul pada 1949 melalui Badan Koordinasi Pemuda Indonesia (BKPI). Sayangnya, pembangunan ini juga kembali mandek karena masalah dana.
Wacana pembangunan ulang muncul pada 1950 atas inisiatif anggota eks Angkatan Muda. Lokasinya pindah ke di Simpang Lima tidak jauh dari Lawang Sewu dan Museum Mandala Bhakti.
Lokasi baru ini berada di tengah-tengah pertemuan antara Jalan Pandanaran, Mgr Sugiapranoto, Imam Bonjol, Pemuda, dan dr. Sutomo yang merupakan lokasi pertempuran.
Pembangunannya dimulai pada 1951 dengan peletakan batu pertama oleh Gubernur Jawa Tengah ketiga, R. Boedijono, pada tanggal 10 November.
Tugu Muda Semarang diresmikan pada Hari Kebangkitan Nasional tahun 1953. Berdasarkan situs Cagar Budaya Kemdikbud, situs ini telah ditetapkan sebagai cagar budaya nasional.
2. Bentuk Bangunan dan Maknanya
Bangunan Tugu Muda Semarang terbilang sederhana tapi penuh makna, yaitu berupa lilin dengan bagian kepala menyerupai nyala api.
Bentuk tersebut menggambarkan semangat juang para pemuda yang tidak pernah padam dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Bagian tengah tugu berupa lima buah bambu runcing yang merepresentasikan senjata para pejuang. Jumlah lima buah menggambarkan lamanya waktu pertempuran.
Di bagian bawah bambu runcing, kamu akan mendapati lima batu dengan pahatan lambang sila Pancasila: bintang, rantai, pohon beringin, kepala banteng, serta padi dan kapas.
Selanjutnya, di bagian bawah pahatan sila Pancasila, terdapat lima penyangga dengan aneka pahatan atau relief:
- Relief Hongeroedem (busung lapar yang menggambarkan kondisi rakyat Indonesia pada masa penjajahan)
- Relief pertempuran (merepresentasikan semangat pertempuran dan keberanian para pemuda)
- Relief penyerangan (melambangkan perlawanan rakyat terhadap penindas yang berusaha menggagalkan usaha untuk merdeka)
- Relief korban (sebagai pengingat adanya korban jiwa dalam Pertempuran Lima Hari)
- Relief kemenangan (menggambarkan jerih payah dan pengorbanan yang berlangsung di Semarang)
Desainnya sendiri dikerjakan oleh Salom, sementara reliefnya oleh seniman bernama Hendro. Batu yang digunakan untuk pembangunan tugu ini didatangkan dari Kaliurang dan Paker.
Baca Juga: Yuk, Berwisata Sambil Belajar tentang Sejarah Kota Semarang di 7 Spot Berikut Ini!
Hotel Modern di Tengah Wisata Masa Lalu
Sebagai tujuan wisata populer, Semarang menyediakan beragam pilihan hotel agar kamu nyaman berwisata ke masa lalu. Salah satunya adalah Bobobox Pods Kota Lama yang telah dilengkapi berbagai fasilitas canggih untuk kemudahan para pelanggan.
Masalah kenyamanan, tidak perlu kamu ragukan lagi. Interior podnya cukup luas dengan kasur empuk yang bikin kamu betah rebahan lama-lama.
Dari Bobobox, kamu juga bisa memaksimalkan waktu untuk menjelajahi tempat-tempat wisata tempo doeloe di sekitarnya. Untuk reservasi, unduh dulu aplikasi Bobobox di Play Store atau App Store!
Foto utama oleh: visitjawatengah.jatengprov.go.id