Seiring perkembangan zaman yang kian modern serta kemajuan teknologi yang tidak bisa terbendung lagi, masih ada sedikit kelompok masyarakat yang mempertahankan kearifan lokal mereka. Kelompok-kelompok masyarakat ini berkumpul dan tinggal bersama dalam kampung adat.
Kampung adat masih banyak tersebar di berbagai penjuru Indonesia. Mereka yang tinggal di kampung adat berarti masih tetap menggunakan hukum adat sebagai pedoman keseharian mereka. Nah, kali ini Bob akan membahas beberapa kampung adat yang terdapat di Jawa Barat.
Bagaimana kehidupan mereka? Bagaimana keunikan tradisi dari masing-masing kampung adat tersebut? Yuk, simak dulu cerita Bob tentang kampung adat di Jawa Barat.
Kampung Pulo
Siapa sangka, di sebuah pulau kecil di tengah Situ/Danau Cangkuang terdapat sebuah kampung adat yang sudah berusia ratusan tahun. Ya, itulah Kampung Adat Pulo atau Kampung Pulo yang terletak di Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut.
Hal menarik yang pertama kali akan kamu lihat saat tiba di lokasi adalah rakit yang akan mengantarmu menyeberang menuju Pulau Panjang tempat Kampung Pulo berada. Untuk menuju Kampung Pulo kamu harus menyeberangi danau kira-kira 10-15 menit.
Setibanya di Pulau Panjang, hal menarik kedua yang akan kamu perhatikan adalah keberadaan Candi Cangkuang. Candi ini adalah Candi Hindu satu-satunya di Jawa Barat. Lokasi Kampung Pulo dengan Candi Cangkuang memang berdekatan dan keduanya memiliki sejarah yang saling berkaitan.
Kampung Kecil Nan Asri
Sesampainya di gerbang Kampung Adat Pulo, mungkin kamu akan dibuat terkejut sekali lagi karena ternyata Kampung Pulo sangatlah kecil. Kampung Pulo hanya memiliki enam rumah dan satu mushola. Hal ini berkaitan dengan hukum adat yang sudah bertahun-tahun dipatuhi oleh masyarakat Kampung Pulo.
Kenapa hanya ada enam rumah di Kampung Pulo? Menurut masyarakat setempat, pendiri Kampung Pulo lah yang membuat hukum adat tersebut. Beliau bernama Eyang Mbah Dalem Arif Muhammad.
Beliau mendirikan enam rumah karena memiliki enam anak perempuan sedangkan satu mushola melambangkan satu anak laki-lakinya yang meninggal saat disunat. Sejak saat itu, jumlah rumah di Kampung Pulo tidak boleh bertambah lagi.
Untuk mengunjungi Kampung Pulo, kamu bisa menggunakan kendaraan umum dari Terminal Cicaheum Bandung hingga Terminal Leles Garut, lalu disambung dengan ojek hingga Situ Cangkuang. Tiket masuk Kawasan Candi Cangkuang pun sangat murah, hanya sekitar Rp5.000 untuk pengunjung dewasa.
Kampung Naga
Mungkin dari sekian banyak kampung adat di Jawa Barat, nama Kampung Naga adalah yang paling tidak asing. Kampung adat yang terletak di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya ini memang terkenal sangat menjunjung tinggi budaya leluhur.
Meskipun letaknya berada di pinggir jalan raya, warga Kampung Adat Naga sepertinya sama sekali tidak terpengaruh arus modernisasi. Hal ini bisa terlihat dari kondisi kampung adat yang tidak dialiri listrik. Warga Kampung Naga sendiri yang menolak kedatangan listrik di desa mereka demi menjaga kelestarian budaya.
Selain itu, bangunan-bangunan di kampung adat pun masih tradisional namun estetis dengan arsitektur bergaya Sunda. Hanya ada total 113 bangunan di Kampung Naga, 100 untuk perumahan dan tiga untuk fasilitas publik. Jumlah bangunannya pun tidak boleh bertambah.
Tidak ada yang tahu sejak kapan Kampung Naga ini berdiri yang jelas tradisi dan hukum adat telah dijalankan selama ratusan tahun. Salah satu tradisi yang masih dianut dan dipercaya oleh warga Kampung Naga adalah menjaga hutan.
Hutan Larangan yang Keramat
Hutan Larangan berada di sekitar Kampung Naga dan merupakan salah satu lokasi yang dikeramatkan oleh masyarakat setempat. Mereka percaya bahwa hutan tersebut dihuni oleh dedemit yang diusir dari kawasan Kampung Naga oleh Mbah Dalem Singaparna, seorang tokoh adat setempat.
Hingga saat ini, tidak ada masyarakat baik warga Kampung Naga maupun luar Kampung Naga yang berani menginjakkan kaki di Hutan Larangan. Hal ini membuat kelestarian Hutan Larangan tetap terjaga.
Kampung Naga sendiri bukanlah objek wisata namun kamu bisa mengunjungi kampung adat ini untuk mempelajari budayanya. Warga desa pun sangat menyambut dan ramah terhadap pengunjung. Untuk mencapai Kampung Naga kamu harus menempuh waktu satu hingga dua jam dari Alun-alun Kota Tasikmalaya.
Kasepuhan Ciptagelar
Berbeda dengan dua kampung adat sebelumnya, Kampung Adat Ciptagelar atau Kasepuhan Ciptagelar menerima kemajuan teknologi. Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar berpendapat bahwa menjadi modern tidak berarti meninggalkan ajaran leluhur.
Di dalam Kasepuhan Ciptagelar terdapat banyak sekali tradisi yang sudah turun temurun dijalankan bahkan lebih dari 600 tahun. Salah satunya adalah tradisi menanam padi yang cukup kompleks dan masih sangat tradisional.
Bagi masyarakat Kasepuhan Ciptagelar, padi adalah sumber kehidupan yang sangat sakral dan tidak boleh diperjualbelikan. Setiap padi hasil panen akan disimpan dalam leuit atau lumbung padi. Leuit ini juga yang menjadi daya tarik utama wisatawan yang mengunjungi Kasepuhan Ciptagelar karena bangunannya yang unik dan tertata rapi.
Tradisi dan Modernisasi yang Berjalan Beriringan
Yang paling ditunggu oleh masyarakat Kasepuhan Ciptagelar dan juga pengunjung yang datang ke kampung adat ini adalah Upacara Seren Taun. Upacara ini diadakan satu tahun sekali saat panen padi. Saat upacara ini dilaksanakan, masyarakat berkumpul untuk melakukan ritual memasukkan padi hasil panen ke dalam leuit.
Selain itu masih banyak tradisi dan upacara lainnya yang wajib dilaksanakan oleh masyarakat Kasepuhan Ciptagelar. Namun, terlepas dari berbagai aktivitas yang dijalankan untuk menjaga tradisi, Kasepuhan Ciptagelar tidak mau tertinggal dalam hal kemajuan teknologi.
Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar sudah memiliki televisi dan radio, loh. Namun, jangan salah sangka, yang mengoperasikan televisi dan radio adalah warga Ciptagelar sendiri. Siaran televisi dan radionya pun seputar kegiatan warga desa.
Penasaran dengan Kasepuhan Ciptagelar? Kamu bisa mengunjungi Kasepuhan Ciptagelar yang berada di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Kampung adat ini dinamai Kasepuhan yang berarti tempat tinggal tetua/orang tua dalam Bahasa Sunda.
Namun untuk sampai ke Kampung Adat Ciptagelar, kamu harus siap untuk menembus hutan Gunung Halimun dengan jalan offroad-nya. Seru kan?
Penginapan Dengan Teknologi Canggih? Bobobox Jawabannya
Kasepuhan Ciptagelar adalah bukti bahwa tradisi dan modernisasi bisa berjalan dengan selaras. Nah, kalau kamu mau coba menginap di tempat yang memiliki teknologi yang super canggih, kamu bisa datang ke Bobobox.
Bobobox adalah hotel kapsul pertama di Indonesia yang terintegrasi IoT. Fasilitas di dalam podsnya pun sangat modern. Kamu akan mendapatkan dirimu bersantai di dalam pods Bobobox yang nyaman sambil mencoba mengganti warna lampu pods hanya dengan sentuhan jari.
Bobobox juga menjamin 100% keamananmu saat menginap. Untuk bisa masuk ke dalam podsmu, kamu hanya butuh akses dari telepon pintarmu. Begitu pun dengan proses check-in dan check-out yang bisa dilakukan langsung secara online. Keren kan? Dan yang pasti aman.
Tunggu apalagi, unduh aplikasi Bobobox di sini dan pilih Pod favorit kamu!
Header image: Duduhsadarachmat, CC BY-SA 4.0 via Wikimedia Commons