Kalau berbicara soal Jakarta, salah satu hal yang terbersit dalam pikiran kamu adalah Kota Tua, sebuah wilayah kecil di kota Jakarta yang kini menjadi destinasi wisata yang menyimpan kenangan dan sejarah Jakarta di masa lampau.
Dominasi bangunan-bangunan bergaya kolonial berwarna putih dengan jendela-jendela besarnya adalah ciri khas yang melekat pada kawasan Kota Tua.
Saat akhir pekan tiba, kawasan ini akan dipenuhi pengunjung yang ingin melihat sekilas tentang masa lalu Jakarta, menyaksikan kemegahan bangunan-bangunan dan misteri di baliknya, dan mengabadikan keindahannya dalam lensa kamera mereka.
Puluhan orang berjalan berdesakan menuju bangunan tua yang akan mereka datangi, beberapa lalu lalang dengan sepeda ontel tua di lapangan Museum Fatahillah.
Sementara itu pedagang makanan hingga lukisan bertengger di beberapa titik untuk mengais rezeki. Kamu pun akan menjumpai pertunjukkan jalanan yang siap menghibur kamu saat berwisata di sini.
Seperti itulah sedikit gambaran tentang Kota Tua sekarang. Namun, Kota Tua yang kini berdiri sebagai bagian dari kawasan wisata sejarah adalah sebuah kota modern pada masanya.
Jika kamu penasaran seperti apa Kota Tua dulu dan sejarah di balik keberadaanya sekarang, yuk simak penjelasan dari Bob berikut ini.
Pembangunan Kota Tua Jakarta
Sekitar tahun 1526, Kesultanan Demak mengirim Fatahillah untuk menyerang pelabuhan Sunda Kelapa yang berada di kerajaan Hindu Pajajaran. Setelah itu, pada tahun 1527, kawasan tersebut berganti nama menjadi Jayakarta.
Saat itu, luasanya hanya sekitar 15 hektare dan sudah memiliki tata kota pelabuhan tradisional Jawa.
Selanjutnya, pada tahun 1619, di bawah pimpina Jan Pieterszoon Coen, yang kala itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), kota Jayakarta diserang dan dirutuhkan.
Satu tahun berselang, VOC membangun sebuah kota baru yang diberi nama Batavia sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur bangsa Belanda, Batavieren.
Karena itulah warga Jakarta asli disebut sebagai suku Betawi yang berasal dari kata “Batavianen”, yakni penduduk Batavia. Saat itu, penduduk Batavia terdiri dari keturunan yang berasal dari berbagai etnis.
Kota ini berpusat di sekitar tepi timur Sungai Ciliwung, yang sekarang menjadi Lapangan Fatahillah.
Pada tahun 1635, Batavia diperluas hingga mencapai tepi barat Sungai Ciliwung, yang merupakan reruntuhan bekas kota Jayakarta.
Kota ini dirancang dengan gaya khas Belanda Eropa dan dilengkapi dengan benteng, dinding kota, serta kanal. Tata ruang kotanya dibagi ke dalam blok-blok yang kemudian dipisahkan oleh kanal.
Pembangunan kota Batavia akhirnya rampung pada tahun 1650 dan kota menjadi kantor pusat VOC di Hindia Timur.
Di akhir abada ke 17 menuju akhir abad ke 18, wabah tropis menyerang kota tua ini akibat buruknya sanitasi yang mengakibatkan kerusakan pada kanal dan udara yang buruk.
Akibat wabah ini, banyak bangsa Belanda yang jatuh sakit dan bahkan meninggal dan Batavia pun mendapat julukan kota paling tidak sehat di bumi belahan timur.
Kemudian, setelah epidemi pada tahun 1835 dan 1870, kota Batavia akhirnya diperluas sampai ke bagian selatan dengan anggapan wilayah tersebut lebih sehat.
Banyak orang yang kemudian pindah keluar benteng, terutama ke wilayah Weltevreden (sekarang merupakan daerah di sekitar Lapangan Merdeka).
Kota Tua Sebagai Situs Sejarah
Kota Tua yang juga dikenal dengan nama Batavia Lama mendapat julukan Permata Asia dan Ratu dari Timur karena lokasinya yang strategis sebagai pusat perdagangan di Asia dengan sumber dayanya yang melimpah.
Pada masa pendudukan Jepang, Batavia berganti nama menjadi Jakarta, tepatnya pada tahun 1942.
Kemudian, pada tahun 1972, Ali Sadikin, Gubernur Jakarta pada saat itu, mengeluarkan dektret untuk secara resmi menjadikan Kota Tua sebagai situs sejarah.
Keputusan ini dikeluarkan untuk melinungi dan melestarikan arsitektur kota, setidaknya sisa-sisa bangunan yang masih berdiri di kawasan tersebut.
Warisan Kolonial Belanda di Kota Tua
Kota Tua yang kamu lihat sekarang sudah mengalami beberapa kali perbaikan dan tidak semua bangunannya dipertahankan. Dulunya, Kota Tua merupakan pusat pemerintah sekaligus perdagangan VOC karena lokasinya yang sangat strategis.
Maka dari itu, didirikanlah Perusahaan India Timur Belanda (Dutch East India Company) sebagai upaya Belanda untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah antar benua.
Perusahaan ini diperkuat dengan dukungan keuangan yang besar dan kekuatan hukum. Akibatnya, Kota Tua secara tidak langsung menjadi pusat ibu kota juga menjadi saksi bisu pendudukan Perushaan India Timur Belanda di Indonesia.
Maka tidak heran banyak bangunan khas kolonial menghiasi kota tua ini, misal yang sekarang menjadi Museum Fatahillah, Museum Bank Indonesia, Museum Wayang, dan masih banyak lagi.
Museum Fatahillah sendiri dulu berfungsi sebagai balai kota Batavia di zaman VOC dan telah mengalami pembongkaran dan perubahan sampai menjadi seperti yang sekarang ini.
Sementara itu, Museum Bank Indonesia dulunya berfungsi sebagai rumash sakit bernama Binnen Hospital. Kemudian, pada tahun 1828, bangunan ini dialihfungsikan menjadi sebuah bank bernama De Javasche Bank.
Lalu, pasca kemerdekaan RI, bank ini difugsikan sebagai Bank Sentral Indonesia atau yang lebih dikenal dengan nama Bank Indonesia.
Setelah operasional BI dipindahkan ke gedung baru pada tahun 1962, bangunan ini pun dilestarikan dan akhirnya menjadi Musem Bank Indonesia.
Sama halnya seperti Museum Fatahillah, Museum Wayang juga sudah mengalami beberapa kali perombakan.
Awalnya, bangunan ini berfungsi sebagai sebuah gereja bernama De Oude Hollandsche Kerk (Gereja Lama Belanda) dan dibangun pada tahun 1640.
Kemudian pada tahun 1732, bangunan tersebut diperbaiki dan menjadi Gereja Baru Belanda. Namun sayang, gereja ini hancur akibat gempa bumi pada tahun 1808.
Di atas reruntuhan inilah dibangun Mesuem Wayang yang sekarang berdiri dan menyimpan banyak koleksi wayang nusantara.
Bobobox Jakarta
Jakarta dengan segala polusi, banjir, dan ketimpangan sosialnya, selalu jadi magnet tersendiri baik bagi para pencari kerja maupun pelancong dari luar Jakarta.
Dengan banyaknya wisata yang diatwarkan, tentu banyak pula akomodasi yang disiapkan untuk membuat pengalaman kamu di Jakarta menyenangkan.
Nah, kalau kamu masih bingung mau menginap di mana, yuk cobain menginap di hotel kapsul Bobobox!
Kamu bisa memilih untuk menginap di Bobobox Pods Kebayoran Baru atau Pancoran. Bobobox Kebayoran beralamat di Jalan Panglima Polim No. 57-59, Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Sementara Bobobox Pancoran berlokasi di Jalan Jalan Raya Pasar Minggu No. 1, Pancoran, Jakarta Selatan.
Hotel kapsul yang satu ini memiliki desain yang minimalis dan futuristik sehingga dijamin akan membuat kamu betah berlama-lama di sini.
Soal kenyamanan, tidak usah diragukan lagi. Bobobox sudah memiliki pelanggan setia ketagihan untuk menginap di sini lagi.
Dengan aplikasi Bobobox di ponsel kamu, kamu dapat dengan mudah mengakses fitur Bobobox mulai dari akses pintu pod, mengatur pencahayaan dalam kamar, dan akses untuk Bluetooth speaker, dan masih banyak lagi.
Sambil mendengarkan alunan lagu favorit kamu, kamu bisa berswafoto dengan pengaturan cahaya dalam kamar yang membuat foto kamu makin instragammable.
Yuk unduh aplikasinya dan rasakan pengalaman menginap di hotel kapsul tanpa ribet. Jangan sampai melewatkan promo-promo dan giveaway menariknya ya!
Foto utama oleh: Arfan Adytiya via Unsplash